Latar Belakang Masalah.
Berbicara soal suara hati  bukanlah hal yang baru lagi di saat  ini. Hal ini sudah di mulai pada abad ke 2-5 pada jaman / masa bapa- bapa gereja,  sudah dibicarakan di waktu itu sampai menemukan inti dari pemikiran bahwa suara hati adalah  pancaran  Roh Kudus dalam artian bahwa  hati merupakan pusat atau inti  kesucian manusia atau bait Allah.  Bukan sekedar pembicaraan pada awal masa bapa-bapa gereja topik suara hati ini dibicarakan akan tetapi masing-masing kita juga memiliki suara hati yang tentu  dapat kita sadari entah juga tidak kita  sadari.  Dan sering kali juga dibicarakan tetapi tidak menutup kemungkinan juga suara hati ada kalanya tidak mudah dimengerti. Kadang kita bertanya apa maksudnya ini atau apa yang harus saya lakukan jika dalam hatiku mengataan demikian. Dengan demikian bahwa suara hati akan bertarung dengan pribadi manusia itu sendiri, sebagaimana semestinya.
Suara hati ialah kemampuan manusia untuk menyadari tugas moral dan untuk mengambil keputusan moral. Kesadaran moral tidak berarti bahwa manusia dibekali dengan aturan jelas mengenai setiap tugas kewajiban.  Suara  hati tidak hanya menilai sarana dan tujuan usaha manusia sesuai dengan arah hidupnya Keputusan suara hati juga merupakan pedoman dan daya penggerak bagi tindakan kita. Dalam praktik keludupan jarang ada yang mutlak perlu, yang tanpa alternatif dan tidak dapat diganti oleh sesuatu yang lain. Namun pertimbangan pro dan kontra tidak dapat diperpanjang terus-menerus. Demi perkembangan hidup harus ada keputusan dan diambil risiko Jadi suara hati membantu manusia mengikatkan diri pada keputusan tertentu dan menjalaninya dengan setia dan tekun.
Bagi manusia yang telah menemukan Tuhan sebagai dasar dan tujuan hidupnya, keputusan suara hati juga merupakan jawaban terhadap Allah. Di dalam imanlah, manusia bertemu dengan Allah. Maka bagi orang beriman keputusan suara hati berarti perwujudan iman, sebab sebagaimana hidup menjadi kenyataan kalau membuat sesuatu yang konkret, demikian juga iman menjadi hidup dalam keputusan mengenai tugas dan kewajiban sehari-hari di hadapan Allah. Jadi, iman itu hidup bukan pertama-tama dalam agama sebagai ungkapan iman yang eksplisit, melainkan dalam tindakan moral sebagai wujud hidup beriman. Di situ terjalinlah relasi manusia dengan Allah. Tidaklah cukup bagi manusia, jika ia hanya berseru "Tuhan, Tuhan!". Ia masih harus menjalankan kehendak Allah, yang diakui dalam ketaatan kepada suara hati (bdk. Mat 7:21).
Iman berarti bertemu dengan Allah dan hidup dalam kesatuan dengan-Nya". Iman bukanlah pertama-tama berarti menerima aturan, khususnya untuk bidang moral, melainkan menghayati hidup secara otonom dan bertanggung jawab dalam kesatuan pribadi dengan Allah. Dalam suara hatinya, orang beriman menerima sapaan Allah untuk hidup dari kelimpahan hidup-Nya yang Ia curahkan. Dalam suara hatinya, manusia sadar bahwa perbuatan hidup dan tindakan konkret yang beraneka-ragam mempunyai tempat dan nilai dalam keseluruhan hidupnya di hadapan Allah.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalahnya sebagai berikut.
Apa itu suara hati?
Apa itu ruang  perwujudan suara hati?
Bagaimana reaksi pribadi seseorang jika bertindak tidak sesuai dengan suara hatinya?
Apa itu tindakan suara hati ditinjau dari telaah psikologi?
Bagaimana manusia bertanggung jawab atas tindakanya sesuai suara hati?