Begitupun saya. Saya urung mudik bukan untuk menjalankan perintah negara, tetapi karena sadar bahaya corona untuk keluarga.
Pun di Lebaran hari  ini. Setelah hanya bisa duduk termenung didepan rumah teman saya bernama Reza, semua itu hanya saya lalui dengan kesenderian. Tentu saya sangat senang melihat teman saya ini bisa merayakan malam takbiran bersama-sama dengan keluarganya. Â
Tidak seperti saya, yang hanya bisa merenungi detik-detik malam takbiran ditemani petasan dan obrolan ringan seputar ramadhan yang sudah dilalui kemarin. Untung saja keluarga reza sangat baik terhadap saya dan menganggap saya seperti anak sendiri.
Saya pun kemudian teringat kembali dengan tempat perantauan saya dua tahun lalu. Tepatnya berada dipedalaman hutan Kecamatan Pinogu, Gorontalo. Disana kurang lebih dua tahun saya merakyat dengan segelintir orang-orang kampung yang hidup dipedalaman.
Akses tranportasi sangat sulit untuk kepinogu. Jalannnya rusak dan harus menerabas pekatnya hutan lindung. Sinyal internet tak ada, sedangkan sinyal telpon hanya sebatang kara. Sungguh berat keadaan disana. Benar-benar sebuah keadaan yang abnormal untuk seseorang yang sering hidup dikota.
Tetapi karena telah menjadi panggilan hidup, saya rela mengabdi disana untuk mendapat sebuah pengalaman baru dan tentu bisa menjadi bekal dimassa depan.
Sebagai seorang tenaga kesehatan yang harus mengabdi kemasyarakat, kita tentu harus pandai bergaul. Bergaul dengan siapa saja tanpa mengenal batasan usia dan jenis kelamin adalah salah satu syarat agar anda bisa diterima oleh masyarakat dan mereka pun bisa menerima anda dengan seluruh pekerjaan yang saat ini anda lakukan.
Dengan membangun komunikasi dan pergaulan yang luas, kehadiran kita akan bisa membawa dampak yang lebih positif. Salah satunya adalah banyak orang tua atau keluarga yang siap menampung dan memelihara kita dirantau.
Tentu bukan atas permintaan kita sendiri. Pengalaman saya mengatakan, biasanya para orang tua inilah yang membuka hati untuk mengangkat kita sebagai anak mereka. Syaratnya tentu seperti diatas.
Jadilah kurang lebih dua tahun saya diperantauan, bersama orang tua angkat dan teman seperjuangan yang harus hidup mengabdi dan berbakti untuk mereka. Salah satu kesan yang tak terlupakan dari kisah ini adalah ketika hari raya tiba.
Permasalahan tak bisa mudik karena batasan biaya dan himpitan waktu, maka berlebaran bersama orang tua angkat di Kecamatan Pinogu akan membawa kesan tersendiri.