Idul fitri bersama orang tua angkat ditanah rantau tentu membuat kita sangat rindu dengan rumah dan tentu orang tua kandung kita sendiri. Oleh karena itu, orang tua angkat adalah sosok sementara yang membina dan mengasuh kita.
Terlepas dari pengalaman merayakan hari raya di Kecamatan Pinogu, Gorontalo. Saya kali ini merayakannya di lokasi yang berbeda. Tepatnya di Lampung bersama dengan sahabat dan teman baru.
Salah seorang teman saya bernama Reza mengajak saya untuk ikut serta dengannya ke kampung halamannya yang tak jauh dari lokasi pengabdian kami yang sekarang. Orang tuanya sangat baik dan menganggap saya seperti anak sendiri.
Saya pun terkejut, padahal baru beberapa kali saya berkunjung kerumah ini. Tetapi saya bersyukur bahwa ada orang tua asuh di perantauan.
Orang tua yang baik tentu membuat kita merindukan suasana rumah kita yang sesungguhnya. Walau mungkin jarak menjadi penghalang, tetaplah kita akan berusaha untuk kembali kesana.
Idul fitri yang berkesan dengan orang tua angkat diperantauan adalah hal yang bukan pertama kali. Ini kesan yang kedua kali. Kelak mereka adalah orang-orang yang akan saya ingat ketika hari raya itu tiba.
Selain itu, musibah corona yang entah kapan akan berkesudahan juga menjadi pelengkapnya. Idul fitri ditengah pandemi, seperti memakan es krim di tengah gurun pasir. Sedap.
Tetapi, biarlah kemenangan hari raya ini tidak membuat kita berkeluh kesah dan melupakan fitri yang hakiki. Mari mengampuni diantara sesama. Jalani hari tanpa perasaan emosi dan benci. Serta mari membangun harmoni diantara anak negeri, khsusunya membangun chemistri untuk perangi pandemi.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H