Mohon tunggu...
Ari Sony
Ari Sony Mohon Tunggu... Administrasi - Bung Arson, Pengamat dan Pemerhati Olahraga Khususnya Sepakbola

Olahraga adalah nadi yang harus selalu digerakkan, dan ketika menulis topik lainnya harus sesuai dengan sudut pandang sendiri dan pemikiran yang matang

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dampak Negatif, Ketika Istri Tidak Menyukai Burung Milik Suami

19 November 2021   22:31 Diperbarui: 20 November 2021   06:59 892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Burung murai batu (Copsychus malabaricus/via KOMPAS.COM)

Pembaca Kompasiana jangan punya pikiran yang aneh terlebih dahulu ya, terkait tulisan yang saya bagikan kali ini. Jangan terkecoh dengan pilihan judul yang agak samar, karena kalau pembaca terkecoh, pikirannya bisa kemana-mana.

Yuk, kita mulai dengan tulisan yang akan saya bagikan ini, kisahnya nyata dan bukan karangan penulis. Cerita ini terjadi ketika saya duduk dibangku sekolah SD, saat kelas 3 sampai dengan kelas 5.

Ikuti alurnya dengan baik ya, agar tidak terkecoh dengan judulnya. Jadi, ceritanya seperti ini.

Awalnya pak Rejo, hanya memiliki satu ekor burung Jalak, pemberian dari saudaranya. Pak Rejo merawat dengan baik, satu-satunya burung Jalak peliharaan miliknya. Perlahan burung Jalak tersebut mulai berkicau. Kicauannya, sangat merdu dan mulai bisa berkicau dengan menyebut satu-dua kata.

Pak Rejo merasa sangat senang dengan burung peliharaannya, ia menganggap telah  sukses dapat memelihara burung dengan baik. Dalam Bahasa Jawa, orang yang dianggap sukses dalam mengelola sesuatu dengan baik, mempunyai sebutan "waris".

Karena merasa "waris" dalam memelihara burung Jalak. Akhirnya, Pak Rejo mulai berani menambah burungnya, dari satu menjadi tujuh burung. Enam burung tambahannya tersebut adalah dua burung Poksay, dua burung Kacer dan dua burung Wambi.

Selain mengurus burung, sehari-harinya Pak Rejo bekerja sebagai blantik Sapi di Pasar Sapi setiap pasaran Pon dan Legi. Ketika tidak pergi ke pasar sapi, Pak Rejo menyibukkan diri untuk memberi makan burung, memandikan burung, menjemur burung dan membersihkan kandang burungnya.

Selang berjalannya waktu, sekitar satu tahun kemudian. Pak Rejo mulai menekuni hobinya ini dengan serius. Pak Rejo mulai melakukan transaksi jual-beli dengan sesama peternak burung, baik dirumah maupun di pasar burung.

Tak terasa jumlah burung Pak Rejo, sudah mencapai 24 ekor, dengan rincian sebagai berikut: 3 burung Jalak, 4 burung Poksay, 4 burung Wambi, 4 burung Murai Batu, 3 burung Cucak Rowo, 2 Anis Merah dan 4 burung Kacer.

Dalam memberi pakan burung, Pak Rejo memberi pakan Kroto, Jangkrik, Voer dan telur semut rangrang. Selain membeli pakan ternak di toko penjual pakan burung, Pak Rejo juga mencari sendiri pakan burung telur rangrang dengan keliling mencari pohon yang ada sarang semut rangrang, seperti: pohon mangga, jambu air, rambutan, jati, dan kopi.

Dengan ketekunan dan kegigihan Pak Rejo, harga burungnya pun dihargai mahal oleh pembeli. Bahkan pada tahun 1996, satu burung Murai Batu miliknya ditukar dengan sebuah sepeda federal setengah pakai, yang saat itu ditaksir mencapai satu juta rupiah. Tentu pada tahun itu, uang senilai satu juta nilainya sangat besar.

Memiliki 24 ekor burung, otomatis waktu Pak Rejo dihabiskan untuk merawat burungnya. Saat burung dijemur di teras, rumah Pak Rejo mirip pasar burung mini. Bahkan ketika burung, dimasukkan ke rumah, isi di dalam rumah Pak Rejo penuh dengan gantungan sangkar burung.

Setiap malam setelah Maghrib atau Isya burung-burung milik Pak Rejo berkicau saling bersahutan. Bahkan dipagi hari sebelum waktu Subuh tiba, sekitar pukul 03.30 WIB, burung-burung milik Pak Rejo juga saling berkicau bersahutan.

Awalnya semua berjalan dengan normal dan tidak ada keanehan sedikit pun. Namun lambat laun, ketika burungnya Pak Rejo mulai bertebaran sangkarnya di dalam rumah, Istri Pak Rejo yang bernama Ibu Parti merasa terganggu.

Setelah satu setengah tahun berjalan, Ibu Parti mulai berkeluh kesah dengan rutinitas kesibukan yang dilakukan oleh Pak Rejo dengan burung-burungnya. Selain itu, suara kicauan burung yang saling bersahutan juga mengganggu kenyamanan Ibu Parti.

Ibu Parti mulai bertindak, menunjukkan "the power of emak-emak" di rumahnya. Setiap malam menjelang tidur atau saat mau memasuki waktu Subuh, ketika burung-burung peliharaan Pak Rejo berkicau bersahutan. Ibu Parti mulai, menggoyang-goyang sangkar burung agar kicauan burung tersebut berhenti.

Tidak hanya menggunakan tangan untuk menggoyang-goyangkan sangkar burung, Ibu Parti bahkan terkadang menggunakan Sulak kaca atau kemoceng untuk menggoyangkan sangkar burung.

Akibat dari tindakan ibu Parti ini, membuat Pak Rejo menjadi galau, mulai muncul percikan masalah dalam rumah tangga Pak Rejo. Terkadang terjadi perdebatan diantara mereka berdua terkait burung-burung peliharaan Pak Rejo.

Pak Rejo Mulai tidak fokus dalam memelihara burung-burungnya, terkadang selepas  memandikan burung dan memberi makan-minum, Pak Rejo lupa menutup pintu sangkar burungnya. Akibat kelalaian Pak Rejo ini, ia sampai kehilangan hewan berupa tiga burung peliharaannya karena kabur dari sangkar.

Selain itu, burung-burung Pak Rejo mulai jarang berkicau. Jika dalam bahasa perburungan, burung milik Pak Rejo sedang "stres". Bahkan Pak Rejo harus rela, kehilangan hewan karena dua burungnya mati, kemungkinan karena burungnya tersebut ikut tertekan.

Tidak mendapat dukungan dari istri dan burung-burung milik Pak Rejo mulai jarang berkicau, Pak Rejo dengan terpaksa memutuskan untuk menjual semua burungnya yang masih ia pelihara dengan harga murah.

Kenapa Pak Rejo menjual burung peliharaannya dengan harga murah, karena burungnya mulai jarang berkicau dan Istrinya meminta untuk menjual semua burung yang masih ada di rumah.

Akhirnya Pak Rejo dengan perasaan sedih dan kecewa, harus kehilangan hewan kesayangannya. Burung-burung yang selama dua tahun ini menemaninya telah habis tak tersisa, baik karena burungnya kabur dari sangkar, burungnya mati dan burungnya terpaksa dijual.

Ternyata, dampak negatif yang dapat ditimbulkan karena istri tidak menyukai burung peliharaan suami, Pak Rejo harus rela kehilangan hewan miliknya dan juga kehilangan hobi kesenangannya.

Pak Rejo, akhirnya menjalani rutinitas seperti awal sebelum ia memelihara burung, yaitu bekerja sebagai blantik sapi di Pasar Sapi. Dan Ibu Parti, kembali hidup nyaman dengan penuh ketenangan tanpa ada gangguan sahutan kicauan suara burung di rumahnya.

Mungkin poin menarik dari cerita kehilangan hewan berupa burung milik Pak Rejo, adalah apapun hobi yang ingin dijalani oleh seorang suami perlu dikomunikasikan terlebih dahulu ke istri. Bagaimana untung dan ruginya, sehingga ke depan tidak bernasib sama dengan Pak Rejo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun