Mohon tunggu...
Somya Cantika Suri
Somya Cantika Suri Mohon Tunggu... -

Penyuka buku, musik, dan ketenangan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sa Pu Cita-Cita (Saya Punya Cita-Cita)

13 Oktober 2015   15:12 Diperbarui: 13 Oktober 2015   15:18 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengawas berkeliling, mendelik ke arah setiap gerakan yang  mencurigakan. Yoel sangat tenang. Dalam imajinasinya, ia memindahkan dirinya ke dalam honai di desa. Ruang ujian terasa begitu tenang baginya. Sinar lampu putih itu dianggapnya nyala api lampu minyak. Suara mahasiswa yang lalu lalang dianggapnya suara kong kong dari kodok. Hingga pada akhirnya, ia menyelesaikannya. Meskipun bukan yang pertama, Yoel percaya diri menggenggam pensilnya. Ia optimis.

“Bagaimana ujianmu El?” tanya Pak Viktor, rekan Pak Soko yang telah kembali dari cutinya. “Saya mengerjakannya dengan baik Pak. Mudah-mudahan saya bisa masuk ke fakultas yang saya inginkan…” jawab Yoel sambil mengupas ipere  kukus di malam yang dingin itu. “Apa kau sudah menyiapkan uang kuliahnya El?” sambar Pak Soko yang sedari tadi sibuk menyeruput kopinya. Sejenak Yoel terdiam, lalu menarik napasnya dalam-dalam. “Saya hanya punya Rp. 4.000.000 Pak.  Sisanya belum ada. Tapi saya akan berusaha sekuat tenaga Pak. Saya akan bekerja keras.” jawab Yoel sambil mendongak, melihat lampu putih yang cahayanya mengingatkannya pada sinar rembulan yang selalu menemaninya belajar di honai. Pak Viktor yang baru dua hari itu kembali bekerja,  terkagum-kagum dengan tekad Yoel. Ketika Yoel berbicara, orang tua itu menyimak baik-baik perkatan Yoel. “Bapak harap kau berhasil nak. Jalanmu masih panjang. Bersemangatlah!” ucap Pak Viktor sambil menepuk-nepuk pundak Yoel. Kedua orang tua itu kini menjadi keluarga baru Yoel, yang menyemangatinya, menguatkan tekadnya untuk kuliah. Bukan hanya memberi pengetahuan tentang UNCEN, mereka mendengarkan dan memberi nasihat. “Pa….lihatlah. Tuhan mengirim dirimu kembali lewat mereka. Mereka menyayangi Yoel, Pa.. Apa kabarmu disana Pa? Setiap kali bersama mereka, sa teringat dirimu Pa….baik-baiklah disana Pa, akan kukerahkan segala kekuatanku untuk mewujudkan ini Pa. Aku berjanji.”

“Kaka Yoel! Akhirnya kita bertemu!” sapa gadis itu. “Greta! Ah….sudah lama ya. Apa kabar?” sapa Yoel kaget karena tiba-tiba gadis itu sudah ada di sampingnya yang sedang menatap papan pengumuman. “Kaka mencari apa?” tanya Greta. “Saya mencari pengumuman ujian….Memang bukan hari ini, tapi tak sabar!” jawab Yoel ceria. “Eh tapi ngomong-ngomong saya menepati janji kan? Kita sudah bertemu di UNCEN sekarang. Taraaraaaa” canda Yoel sambil tertawa. Kedua sahabat ini lalu bertukar cerita, diselingi gelak tawa. Gadis ini sudah semakin cantik sekarang. Rambutnya yang hitam semakin indah. Senyum dengan lesung pipi itu masih menawan seperti dulu. Kacamata yang sekarang membingkai matanya tidak mengurangi keindahan wajahnya. Greta kini  pindah ke Jayapura, dan berniat kuliah di Universitas Cendrawasih, sesuai permintaan ayahnya yang sudah lebih dulu  pindah ke Papua karena pekerjaan. “Aku kagum sekarang Kaka sudah lancar berbahasa Indonesia.” ucap Greta sambil membenarkan kaca matanya. “Of course Lady, because I want to fulfill my promise to you. I learned Bahasa since the day I met with You and now I’m learning other language.” jawab Yoel mempraktekkan Bahasa Inggrisnya. Kemudian kedua sahabat itu tertawa , dan Greta merasa kagum akan perubahan pada diri Yoel. Kini mereka mempunyai sahabat dari berbagai daerah, bahkan ada dari Australia dan Selandia Baru.

  1. YOEL DAMIANUS (567) LULUS UJIAN

“Saya luluuuuuuuus! Papa! Mama!” teriak Yoel bersama dengan sebagian calon mahasiswa di depan papan pengumuman. Sebagian lagi meratapi ketidak lulusannya dalam ujian dengan wajah yang sedih. Yoel dan Greta sama-sama lulus, walaupun mereka masuk ke dalam fakultas yang berbeda. Yoel bersimpuh tak jauh dari papan pengumuman dan bersyukur, bahwa ia baru saja  melewati satu tahap, bahwa ia berhasil menjadi orang pertama dari desanya yang kuliah. Ia pun bergegas ke dalam kamarnya bersama Pak Soko dan Pak Viktor. Dua orang tua itu tidak ada disana, dan ia pun mengambil secarik kertas dan duduk di meja.

Beberapa hari kemudian di honai..

Mama, apa kabarmu sekarang? Apakah Mama dan Noel sudah makan? Disini tiada hari sa tak merindukan Mama dan Noel. Sa begitu merindukan kalian, sa merindukan ikan kuah kuning buatan Mama, sa merindukan honai kita, dan sa merindukan desa dengan segala sayur-sayuran dan buah-buahannya. Betapa sa rindu memikul itu semua Ma. Sa rindu senyum Mama dan tawa Noel…….rindu…sangat rindu.

Terima kasih banyak atas doa Mama. Kini sa sudah lulus ujian dan bisa menjadi mahasiswa Universitas Cendrawasih. Sa berhasil Ma, berhasil! Ini baru permulaan dalam langkah Yoel. Yoel berharap Mama mengerti mungkin saja Yoel hanya pulang satu tahun sekali. Yoel harus bekerja keras disini, Ma. Yoel ingin mewujudkan impian Papa, impian Mama, impian kita semua. Disini ada banyak orang yang begitu baik dengan Yoel. Namanya Pak Soko dan Pak Viktor. Mereka mau berbagi kamar untuk tempat tinggal Yoel sementara. Sungguh menyenangkan tinggal bersama mereka sambil membantu membersihkan patung-patung museum Universitas Cendrawasih. Sekarang, Yoel sudah lancar berbahasa Indonesia dan Inggris Ma! Hebat toh?

Hari Senin pertama di Bulan September akan diadakan pelantikan mahasiswa baru Ma. Sebenarnya Yoel malu karena mungkin saja Yoel yang paling tua. Namun Yoel percaya diri, demi Papa, dan Mama. Ketahuilah, Mama dan Papa berada di lapisan terluar kulit kening Yoel, selamanya.

Rindu tak terbendung dari Jayapura,

Yoel Damianus.

Mama Elsa tak dapat membendung kebahagiaannya. Kini surat itu penuh dengan titikan air mata. Mama Elsa meletakkan  surat itu di dadanya, merasakan rindu anaknya dari Jayapura. Lalu kemudian, ia teringat dengan amplop putih yang ditinggalkan Yoel di bawah tempat sagu, bertuliskan “Untuk Mama”. Dihapusnya air mata itu dan kemudian surat itu ia masukkan ke dalam amplopnya lagi. Mama Elsa bergegas ke sana, matanya bersinar menuju tempat penyimpanan sagu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun