Mohon tunggu...
Somya Cantika Suri
Somya Cantika Suri Mohon Tunggu... -

Penyuka buku, musik, dan ketenangan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sa Pu Cita-Cita (Saya Punya Cita-Cita)

13 Oktober 2015   15:12 Diperbarui: 13 Oktober 2015   15:18 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

”Nanti kita bertemu disana ya. Jangan buat aku kecewa Kaka Yoel!”

“Heh Yoel! Ko rang kenapa? Lihat perbuatanmu itu!” bentak Franky, membuyarkan lamunan Yoel. Timun-timun Mama Stacy, yang baru saja mereka petik, jatuh ke tanah sementara Yoel melamunkan malam itu, malam pertemuannya dengan Greta. “Maaf  Franky, aku minta maaf. Aku tidak akan mengulangi perbuatanku lagi. Aku berjanji. Maafkan aku ya.” ucap Yoel sambil memungut timun-timun yang seharusnya masuk karung. Franky kaget, terdiam sebentar lalu tertawa terbahak-bahak. “Sejak kapan ko rang belajar bahasa?  Maafkan aku ya, lucu sekali!” kata Franky mencibir menirukan sahabatnya. “Kalau kulitku putih, pasti sudah ketahuan kalau aku malu. Ah sudah, tahan saja lah!” batin Yoel. Hari itu masih pagi sekali, timun demi timun mereka kumpulkan dalam karung goni setelah sebelumnya disortir dengan teliti. Tak cukup sampai disitu, karena ini adalah panen terakhir dari tanaman yang sama, mereka harus mencabuti dan membersihkannya sampai bersih. Pegalnya pinggang karena harus berjongkok mencabuti rambatan tanaman pohon timun yang layu tak  mereka rasa, demi satu tujuan, mengumpulkan uang yang cukup untuk menggapai cita-cita. Sebab perjalanan akan jauh dan mereka harus membawa uang yang cukup untuk ke Jayapura.

Tanah sudah bersih, lalu kedua sahabat ini menaburkan pupuk, kemudian melembabkan pori-pori tanah dengan air sungai yang sebelumnya sudah mereka pikul. Bibit timun lalu mereka tanam, berharap buah-buah yang lebih banyak dapat mereka petik. Sebagian besar kota-kota di Papua, seperti Manokwari,  dikenal sebagai kota buah-buahan karena mengalami dua kali musim buah. Pasar-pasar dan pinggir jalan akan diwarnai semburat kemerahan dari jauh jika sedang musim rambutan. Penjaja buah-buahan juga menghias tampilan pinggir jalan dengan warna ikatan-ikatan buah langsat yang menguning pada musimnya. Langsat dan rambutan dijual pertumpuk, dengan harga yang cukup murah. Jangan ragukan rasanya, sungguh manis karena matang di pohon. Kesegaran tanah Papua terkandung didalamnya, begitu nikmat.

Buah-buahan tersebut selain dipasarkan secara lokal, juga dijual hingga ke Jayapura dan Sorong. Lucunya, jika musim buah sudah datang, kapal-kapal pelni pun penuh dengan puluhan keranjang-keranjang buah. Para mama pun tersenyum, perekonomian mulai bergairah seiring dengan pundi-pundi rupiah yang mereka kumpulkan dari hasil kebun atau halaman mereka.

Satu tahun kemudian……

Praaakkkk!!! Praaakkkkkk!!!

Pecahan-pecahan celengan tanah liat berserakan di lantai honai. Yoel pun mengumpulkan uang-uang hasil kerja kerasnya selama beberapa tahun. Singa dan ayam tanah liat itu, menjadi alasan senyum Yoel kali ini. Mama tersenyum melihat kegigihan buah hatinya demi meraih cita-cita. Noel pun menggoda kakaknya dengan mengambil beberapa lembar uang. Aksi kejar-kejaran antara kakak beradik dengan selisih umur yang jauh ini semakin menyayat hati Mama Elsa. Dua buah hatinya yang begitu ia kasihi, sebentar lagi akan pergi satu, memenuhi janji kepada mendiang Papanya. “Oh Yoel…..Maafkan Mama nak…..Mama tak bisa memberi apa-apa untukmu. Mama tak punya uang….Semoga ko rang bahagia dan sukses di Jayapura. Kelak Papa akan tersenyum di surga karena keberhasilanmu Nak…Sebagai Mama….aku hanya bisa memberimu doa…sungguh perih hatiku, namun kuyakin rasa perih ini akan tergantikan dengan rasa bahagia karna ko rang, Yoel. Tiada hariku tanpa mendoakanmu, berharap Tuhan meringankan beban karung goni yang selalu kau pikul, berharap Tuhan menguatkan kakimu berjalan puluhan kilometer. Oh Anakku…Pergilah nak…..pergilah..Aku selalu disampingmu…Aku terwujud dalam doa, anakku...” tak terasa air mata membasahi pipi Mama Elsa. Ia pun terburu-buru menyeka bulir-bulir bening itu dengan ujung bajunya, tak ingin Yoel dan Noel melihat. Ia harus tetap terlihat bahagia, ya, ia harus melepas Yoel dengan bahagia.

Yoel masih punya waktu. Ia memutuskan untuk kembali bekerja sebelum pergi ke Jayapura. Hari ini kakinya melangkah ke kebun seorang tetangganya, berjarak 700 meter dari honainya. Inilah Papua, dimana seorang tetangga bisa demikian jauh rumahnya. Ia bekerja memanen sawi yang sudah  tua, lalu menjualnya ke Manokwari, lalu mendapat upah yang lumayan. “Hee….Yoel, tolong ko rang panen juga mangga di samping kebun sawi itu. Kau jual saja untukku setengah, setengahnya lagi untuk ko rang. Boleh kau jual, atau kau bawa pulang untuk Elsa. Beri saja untukku setengah dari penjualannya.” ucap Mama Joshua. “Oh Tuhan…terima kasih. Terima Kasih banyak Mama Josh! Mama baik sekali. Baiklah, akan kujual secepatnya ke Manokwari. Doakan aku suapaya ini semua laku Ma!” kata Yoel, lalu  berlari memeluk Mama Joshua. Mama Joshua adalah janda tua tanpa anak. Ia sangat menyayangi Yoel. Yoel selalu mengerjakan kebunnya. “Ini berkah Tuhan! Terima kasih Tuhan! Terima kasih!” batin Yoel.

Kali ini Yoel berjalan sendirian menuju Manokwari. Ia memikul dua karung, satu berisi sawi, dan satu lagi berisi mangga. Ia berhenti beberapa kali sebelum sampai. “Ahh……kemana perginya ko rang Frank, menghilang seperti hantu.” batin Yoel. Ia mulai merindukan sahabatnya, yang sudah satu bulan tak ia temui. Kemudian pemuda ini berjalan kembali, meneruskan perjalanannya.

“Kau selalu bawa sayur dan buah yang bagus untukku Yoel.” Ucap Pak Daeng, pendatang asal Makasar yang kini mencari nafkah berniaga di Manokwari. Ia tersenyum puas melihat sawi dan mangga yang segar. Yoel pun kaget, ia menerima uang yang jauh lebih besar dari biasanya. “Apa ini tak terlalu banyak Pak? Kau memberiku uang lebih besar kali ini.” kata Yoel, menyodorkan uang Rp 300.000 ke Pak Daeng. “Tidak, tidak, itu untukmu. Anggap saja itu tanda terima kasihku karna kau selalu bawa yang terbaik. Apakah kau ada pekerjaan seminggu lagi? Aku ingin minta bantuan.” tanya Pak Daeng. “Aduh Tuhan…sungguh tak enak kalau aku menolak permintaan Pak Daeng. Ia sudah begitu baik kepadaku. Tapi persiapanku untuk kesana bagaimana?” batin Yoel. Yoel memberanikan diri, ia menggeleng. “Aaa….bagus. Aku mau kau menemani keponakanku untuk ke Jayapura, dengan pelni. Ia akan mengantarkan barang-barangku ke pedagang lain disana. Aku takut ia tak sanggup jika sendiri.” ucap Pak Daeng. Jedaaaaarr!!! Seperti ada petir yang menyambar kepala Yoel. Yoel terpaku, tak bisa berkata-kata. Sejenak ia merasa sudah salah dengar, tapi tidak, ia tidak salah. Yoel terduduk. Ia menangis. “Kau kenapa Yoel? Kau kenapa? Apa tak bisa? Kalau tak bisa biar kucarikan orang lain. Tapi kau ceritakan dulu padaku, kau kenapa?” kata Pak Daeng, mengguncang-guncang tubuh Yoel. “Aku sangat bahagia Pak. Sungguh aku sangat bahagia. Demi Tuhan, sudah ku kumpulkan uang sejak bertahun lalu demi ke Jayapura, menjemput cita-citaku. Oh Tuhaaaaaan…..Terima kasih Tuhaaaan…” jawab Yoel sambil terus menangis. ”Tapi Pak, bolehkah saya membawa seorang teman lagi? Dan..satu lagi. Apa boleh jika keponakan Bapak kutinggal sendiri saat kembali ke sini? Aku hendak menjemput cita-citaku di Jayapura.” ucap Yoel, begitu bersemangat. “Oh tentu, lebih bagus jika ia bisa membantu. Tak masalah, karena ia tidak akan membawa beban apa-apa saat kembali kesini. Kalian hanya mengantarkan saja. Tuhan memang sayang padamu, Yoel. Kuharap kau berhasil. Bersemangatlah!” ucap Pak Daeng, menepuk pundak pemuda itu. Yoel merasa, inilah hari dimana seluruh alam semesta memapahnya, menggunakan kekuatan Tuhan Yang Maha Agung. Kini, ia merasa begitu dekat dengan Jayapura. “Aku datang Jayapura, aku datang!!!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun