Mohon tunggu...
Soleh Hidayat
Soleh Hidayat Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Soleh hidayat Tlp : 082216513501

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sabar, Nanti Bapak Jadi PNS

5 April 2022   00:22 Diperbarui: 5 April 2022   00:32 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber poto :www.guesehat.com

Di Daerah pedesaan yang mulai cenderung konsumtif karena banyak yang menjadi Pegawai Negeri Sipil atau istilah familiar nya PNS, terdapat seorang anak yang mempunyai hasrat untuk bisa senang seperti anak sebayanya. Melihat kehidupan temannya yang serba berkecukupan, ditambah banyak sekali keinginannya yang di apirmasi oleh Orang Tuanya. 

Doleh nama panggilannya, ia seringkali 'ngadat' karena mainan yang diinginkannya tidak dibelikan oleh ayahnya. Terjadi di salah satu hajatan keluarganya, ia melihat ada yang dagang mainan mobil truk yang lumayan tenar pada jaman itu. Doleh sangat ingin memilikinya, namun sang Ibu malah membentak dam memarahi. 

" Mah hoyong momobilan," Ucap sang anak sambil memegang tangan Ibunya. 

"Lah jeung naon mamah teboga acis! " Jawab mamah dengan nada sedikit tinggi. 

"Atuh mah....," Jawab Oleh dengan nada memaksa. 

Namun bukanya dibelikan, yang ada ia malah dapat semprot dari mamahnya dan dipaksa pulang ke rumah. 

Sesampainya di rumah, ia nangis cukup keras. Maklum anak umur 6 tahun, pastinya belum bisa berfikir tentang bagaimana sebenarnya keadaan Ayah dan Ibunya. Yang ada hanya bagaimana supaya apa yang diinginkanya bisa tercapai. Anak umur segitu tidak berpikir panjang kedepan paling tidak melihat kondisi orang tuanya seperti apa. Namun ego memang cukup tinggi. Entah siapa yang salah dalam posisi ini. 

Menangis semakin kencang, " Lah..... Balaga si mamah mah." Teriak Doleh sambil lempar barang di tengah rumah. 

"Repeh ulah hayoh bae gandeng, puguh mamah te boga duit, hayoh be maksa. " Terdengar suara Ibunya marah di balik pintu dapur. 

Tidak lama kemudian, bapak datang dan mempertanyakan kasus ngamuk anak semata wayangnya. 

"Aya naon ieu, beut meni rarame?," ungkap Bapaknya dengan nada santai. 

"Lah biasa budak hayoh be hayang meuli kaulinan, puguh ker hararese." Jawab Ibu dengan nada kecewa. 

"Oh... Sugan kunaon," Tandas Bapak. 

Hal ini memang sering terjadi bagi anak yang kebetulan kondisi ekonomi Orang Tua nya belum stabil. Terlebih memang Doleh anak sulung dan itu menjadi bagian dari konsekuensinya. 

Doleh yang terlahir dari kedua orang tua sebagai petani, nasib Bapaknya yang lulusan Sekolah Guru Olah Raga (SGO) ini memang tidak semulus temanya. Yang lain memang sudah menjadi PNS namun Ayah Doleh masih menjadi guru honor yang gaji hanya 150 ribu perbulan, tentunya itu tidak cukup hanya untuk memenuhi kebutuhan dapur. 

Ayah PNS memang menjadi sebuah harapan besar bagi Doleh, karena ia tidak mau keinginan dalam hidupnya tersendat karena tidak punya uang. Apalagi jika temanya punya sesuatu yang diinginkan, dan ia hanya bisa melihat tanpa bisa memiliki. 

Ia seringkali jajan ke Sekolah saja hanya 500 rupiah di tahun 2000 dimana yang lain sudah sampai 2 ribu rupiah per hari. Bukan hanya itu, tas sekolahpun harus menunggu pemberian dari kerabatnya yang sudah tidak terpakai karena bosan namun masih bisa digunakan. 

Dianggap Ngendog Karena Tas

Saat usia menjelang tujuh tahun, ia sudah masuk syarat untuk masuk di Sekolah Dasar. Karena sebelum umur tersebut anak disarankan untuk kembali sekolah di tingkatan TK. 

Doleh senang karena ia masuk SD dan bisa menggunakan baju putih merah layaknya anak sekolah. Belajar lebih serius dengan materi yang disampaikan oleh guru kelas dengan Pekerjaan rumah bukan hanya menggambar dan mewarnai. 

Namun, membeli tas baru menjadi sulit karena biaya, dengan berat hati ia menggunakan tas bekasnya di TK. Lebih miris lagi tasnya bertuliskan taman kanak-kanak yang menjadi identitas bahwa anak ini masih sekolah di tingkatan TK. 

"Hey, maneh ngendog?, " Tanya teman barunya dengan nada meledek. 

"Maksudna naon?, " Balik nanya dengan nada malu. 

" Menya SD Kantongna masih TK, ha ha ha ha, " Jawab sekelompok anak baru dan suara ketawa dengan puas. 

Malu memang yang dirasakan. Namun mau bagaimana lagi, toh keadaan yang memaksa seperti ini. 

Kecewa Iya, tapi akan berakhir saat Bapak jadi PNS

Kekecewaan yang dirasanya terkadang akan cepat terobati dalam hatinya karena ada harapan untuk bisa layak seperti anak - anak lain yang sebaya. Didalam hati terus menyerukan untuk bersabar karena nanti bapak akan menjadi PNS dan kehidupan akan terjamin. 

"Sabar, ke ge bapak jadi PNS," ungkapnya dalam hati. 

Ini selalu menjadi obat dirinya ketika mendapat cemoohan dari teman - temannya. Sehingga tidak ada kata menyerah untuk melakukan gerakan - gerakan yang menjadi tambahan pengetahuan baginya. 

PNS bagi Doleh sangat penting saat itu. Karena melihat tetangga - tetangganya mayoritas ayahnya PNS dan yang paling rasional Bapaknya juga mengajar dan ini tinggal satu langkah lagi untuk menjadi pegawai negeri. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun