"Saya menolak pada waktu itu...," desis Lana getir. Kesedihan terpancar dari sorot matanya yang bening.
"Ya, kamu menolaknya. Kemudian aku mengambil cutter dan mengancam akan melukai pergelangan tanganku sendiri apabila kamu tidak mengabulkan permohonanku. Aku berkata bahwa tidak masalah aku mati, toh sudah kehilangan suami yang berarti segalanya bagiku. Tapi kamu bisa kehilangan anak dan masa depanmu karena akan dituduh sebagai pembunuhku. Saat itu ayahku masih hidup. Dengan kekuasaan yang dimilikinya, beliau mampu membalikkan keadaan dan menyeretmu sebagai tertuduh. Dirimu akan kehilangan segala-galanya dan menghabiskan sisa hidupmu di penjara. Masa depan anakmu akan suram karena mempunyai ibu yang seorang pembunuh...."
Lana menggenggam tangannya kuat-kuat. Ingin rasanya ditinjunya perempuan yang dulunya berhati sangat jahat itu. Seketika gadis itu tercenung. Dulu...ya, dulu. Sekarang Bu Mia sudah bertobat karena menderita penyakit kritis. Wajahnya pucat, tubuhnya kurus sekali dan tampak ringkih. Lana menghela napas panjang. Dia menyadari kesalahan tidaklah sepenuhnya berada pada diri wanita ini. Bagaimanapun pada waktu itu dia masih berstatus sebagai istri sah Pak Budiman. Meskipun mereka sudah setahun tidak tinggal serumah, secara hukum posisinya masih lebih kuat daripada dirinya yang hanya berstatus kekasih.
Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H