Mohon tunggu...
Sofia Grace
Sofia Grace Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Seorang ibu rumah tangga yang hidup bahagia dengan suami dan dua putrinya. Menggeluti dunia kepenulisan sejak bulan Oktober 2020. Suka menulis untuk mencurahkan isi hati dan pikiran. Berharap semoga tulisan-tulisan yang dihasilkan dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta yang Mengampuni (2)

30 Juli 2022   08:57 Diperbarui: 30 Juli 2022   08:59 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Terdengar nada ketegaran yang luar biasa dari suara wanita kurus itu. Ia lalu memakai rambut palsunya lagi. Lana tidak tahu harus berkata apa. Benar-benar tak diduganya hal seburuk itu akan menimpa perempuan yang dulu pernah merenggut cintanya. Tetapi..., dia juga telah sangat berjasa membuatku berhasil meraih impianku dan menjadi diriku yang sekarang, batinnya getir.

Bu Mia mengeluarkan sesuatu dari dalam tas jinjing kecilnya yang bermerek ternama. Disodorkannya benda yang rupanya selembar foto berwarna. Lana menerima foto itu.

"Itu anakmu, kuberi nama Amelia."

Lana terpana. Dilihatnya sesosok gadis kecil yang tersenyum lebar dengan barisan gigi putih yang berukuran mungil, berjajar rapi, dan berlubang satu di bagian atas depan. Oh, anakku...betapa aku sangat merindukanmu selama bertahun-tahun ini. Kedua payudaraku dulu seringkali terasa sakit karena tidak bisa menyusuimu semasa bayi. Aku terpaksa meminum obat untuk menghentikan produksi ASI. Hati Lana bagaikan tersayat-sayat sembilu melihat gadis kecil di foto itu tampak hidup bahagia tanpa keberadaan ibu kandungnya.

"Dia kelihatan bahagia sekali. Ibu telah merawatnya dengan baik."

"Aku benar-benar menganggapnya sebagai darah dagingku sendiri, sebagaimana janjiku dulu padamu."

Lana mengangguk pelan. "Terima kasih."

"Kehadiran Amelia sungguh menjadi berkat bagi keluargaku. Rumah tanggaku kembali harmonis, sampai Budiman meninggal dunia akibat serangan jantung empat bulan yang lalu...."

Lana terperanjat. Mas Budi, ayah kandung Amelia. Laki-laki yang pernah mengisi relung-relung hatinya itu ternyata telah pergi untuk selama-lamanya....

"Dia meninggal dengan tenang dalamkeadaan tidur. Tidak tampak kesakitan sama sekali. Kupikir akulah yang akan berpulang duluan. Penyakitku ini sudah membuatku menderita selama setahun lebih. Dialah yang rajin menemaniku menjalani perawatan ini-itu sampai mengabaikan kesehatannya sendiri. Pernah suatu waktu aku merasakan kesakitan yang luar biasa hingga berpikir itulah saat-saat terakhirku. Aku lalu meminta maaf pada Budiman karena telah memisahkan kalian berdua. Seharusnya kalianlah yang mereguk manisnya berumah-tangga dan bersatu dengan Amelia, putri kandung kalian. Tetapi aku telah merampasnya dengan keji. Maafkan aku, Lana. Aku benar-benar telah berdosa pada kalian bertiga. Padamu, Budiman, dan Amelia...."

Ingatan Lana kembali pada peristiwa bertahun-tahun yang lalu. Ketika dirinya masih berusia dua puluh dua tahun dan bekerja sebagai sekretaris pribadi Pak Budiman, bosnya yang berusia enam belas tahun lebih tua dan sedang mengurus perceraian dengan istrinya, yaitu Bu Mia. Perkawinan mereka yang sudah berjalan sepuluh tahun lebih tidak dikaruniai keturunan.

Menurut dokter, Bu Mia-lah yang mandul. Pak Budiman bisa menerima kenyataan itu dengan lapang dada. Ia mengusulkan untuk mengadopsi anak saja, namun istrinya dengan tegas menolaknya. Harga dirinya sangatlah terluka dengan ketidaksempurnaannya sebagai seorang wanita. Dirinya terlahir dari keluarga kaya raya yang sangat terhormat dan berhasil meneruskan bisnis turun-temurun keluarganya sampai menggurita secara internasional. Apapun yang diinginkannya akan berusaha dicapainya tak peduli apapun risikonya.

Dia jadi terobsesi menjalankan segala macam treatment agar dapat mengandung. Inseminasi, bayi tabung, dan lain sebagainya dicobanya semua, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Sayang sekali hasilnya selalu nihil. Dokter-dokter yang menanganinya akhirnya lepas tangan dan berkata bahwa dia tidak mungkin hamil melalui rahimnya sendiri. Jalan satu-satunya adalah dengan menggunakan jasa ibu pengganti atau surrogate mother.

Wanita konglomerat itu merasa terhina. Amarahnya meluap-luap dan suaminya-lah yang seringkali menjadi sasaran. Pak Budiman yang juga seorang pengusaha sukses, meskipun tidak sebrilian istrinya, berusaha menolerir emosi pasangan hidupnya yang suka meledak-ledak itu. Namun sekokoh-kokohnya batu karang, akhirnya bisa berlubang juga jika setiap waktu terkena tetesan bahkan percikan air yang terus-menerus.

Hubungan keduanya memburuk. Bu Mia tak segan-segan mencaci-maki suaminya di depan umum dan bahkan memukulnya bila apa yang dilakukan Pak Budiman tidak sesuai dengan kehendak hatinya.

Pak Budiman yang selama bertahun-tahun berusaha mempertahankan mahligai rumah tangganya akhirnya menyerah juga. Dia meninggalkan rumah dan menggugat cerai istrinya dengan alasan sudah tidak ada kecocokkan. Akan tetapi dengan kekuasaan yang dimilikinya, Bu Mia berhasil mengulur-ulur perceraian itu hingga tak ada ujungnya. Pak Budiman yang merasa sangat tertekan akhirnya menumpahkan kegundahan hatinya pada Lana, sekretaris pribadinya yang setia. Dan hukum alam pun terjadilah. Kedekatan dua orang manusia berlainan gender itu pun berlanjut pada hubungan percintaan.

"Jadi Pak Budiman tahu bahwa Amelia adalah putri kandungnya?"

Bu Mia menganggukkan kepalanya.

"Aku akhirnya menceritakan segalanya. Bahwa aku sebenarnya pura-pura bunuh diri dengan menelan sejumlah obat tidur dan dilarikan ke rumah sakit. Sebelumnya aku telah berkonsultasi dengan dokter keluargaku mengenai dosis yang aman supaya terlihat seperti meregang nyawa tapi pasti bisa diselamatkan."

"Ibu melakukannya sampai dua kali...."

"Ya, karena percobaan bunuh diri yang pertama belum berhasil membuat Budiman meninggalkanmu. Ketika aku melakukannya untuk yang kedua kali, Budiman mulai kelihatan agak goyah hatinya. Mulailah kurasakan sinyal-sinyal kemenangan. Tetapi kemudian dia berkata bahwa kamu hamil! Aku bagaikan disambar geledek mendengarnya. Diam-diam aku pergi menemuimu. Memohon-mohon agar dirimu bersedia memutuskan Budiman sepihak dan melahirkan anak kalian tanpa sepengetahuannya lalu memberikannya padaku. Aku berjanji padamu akan mengasuhnya dengan baik seperti anak kandungku sendiri, karena aku mandul...."

Kerongkongan Bu Mia tercekat. Terasa berat sekali mengakui kelemahan yang dimiliknya.

"Saya menolak pada waktu itu...," desis Lana getir. Kesedihan terpancar dari sorot matanya yang bening.

"Ya, kamu menolaknya. Kemudian aku mengambil cutter dan mengancam akan melukai pergelangan tanganku sendiri apabila kamu tidak mengabulkan permohonanku. Aku berkata bahwa tidak masalah aku mati, toh sudah kehilangan suami yang berarti segalanya bagiku. Tapi kamu bisa kehilangan anak dan masa depanmu karena akan dituduh sebagai pembunuhku. Saat itu ayahku masih hidup. Dengan kekuasaan yang dimilikinya, beliau mampu membalikkan keadaan dan menyeretmu sebagai tertuduh. Dirimu akan kehilangan segala-galanya dan menghabiskan sisa hidupmu di penjara. Masa depan anakmu akan suram karena mempunyai ibu yang seorang pembunuh...."

Lana menggenggam tangannya kuat-kuat. Ingin rasanya ditinjunya perempuan yang dulunya berhati sangat jahat itu. Seketika gadis itu tercenung. Dulu...ya, dulu. Sekarang Bu Mia sudah bertobat karena menderita penyakit kritis. Wajahnya pucat, tubuhnya kurus sekali dan tampak ringkih. Lana menghela napas panjang. Dia menyadari kesalahan tidaklah sepenuhnya berada pada diri wanita ini. Bagaimanapun pada waktu itu dia masih berstatus sebagai istri sah Pak Budiman. Meskipun mereka sudah setahun tidak tinggal serumah, secara hukum posisinya masih lebih kuat daripada dirinya yang hanya berstatus kekasih.

Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun