Menurut dokter, Bu Mia-lah yang mandul. Pak Budiman bisa menerima kenyataan itu dengan lapang dada. Ia mengusulkan untuk mengadopsi anak saja, namun istrinya dengan tegas menolaknya. Harga dirinya sangatlah terluka dengan ketidaksempurnaannya sebagai seorang wanita. Dirinya terlahir dari keluarga kaya raya yang sangat terhormat dan berhasil meneruskan bisnis turun-temurun keluarganya sampai menggurita secara internasional. Apapun yang diinginkannya akan berusaha dicapainya tak peduli apapun risikonya.
Dia jadi terobsesi menjalankan segala macam treatment agar dapat mengandung. Inseminasi, bayi tabung, dan lain sebagainya dicobanya semua, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Sayang sekali hasilnya selalu nihil. Dokter-dokter yang menanganinya akhirnya lepas tangan dan berkata bahwa dia tidak mungkin hamil melalui rahimnya sendiri. Jalan satu-satunya adalah dengan menggunakan jasa ibu pengganti atau surrogate mother.
Wanita konglomerat itu merasa terhina. Amarahnya meluap-luap dan suaminya-lah yang seringkali menjadi sasaran. Pak Budiman yang juga seorang pengusaha sukses, meskipun tidak sebrilian istrinya, berusaha menolerir emosi pasangan hidupnya yang suka meledak-ledak itu. Namun sekokoh-kokohnya batu karang, akhirnya bisa berlubang juga jika setiap waktu terkena tetesan bahkan percikan air yang terus-menerus.
Hubungan keduanya memburuk. Bu Mia tak segan-segan mencaci-maki suaminya di depan umum dan bahkan memukulnya bila apa yang dilakukan Pak Budiman tidak sesuai dengan kehendak hatinya.
Pak Budiman yang selama bertahun-tahun berusaha mempertahankan mahligai rumah tangganya akhirnya menyerah juga. Dia meninggalkan rumah dan menggugat cerai istrinya dengan alasan sudah tidak ada kecocokkan. Akan tetapi dengan kekuasaan yang dimilikinya, Bu Mia berhasil mengulur-ulur perceraian itu hingga tak ada ujungnya. Pak Budiman yang merasa sangat tertekan akhirnya menumpahkan kegundahan hatinya pada Lana, sekretaris pribadinya yang setia. Dan hukum alam pun terjadilah. Kedekatan dua orang manusia berlainan gender itu pun berlanjut pada hubungan percintaan.
"Jadi Pak Budiman tahu bahwa Amelia adalah putri kandungnya?"
Bu Mia menganggukkan kepalanya.
"Aku akhirnya menceritakan segalanya. Bahwa aku sebenarnya pura-pura bunuh diri dengan menelan sejumlah obat tidur dan dilarikan ke rumah sakit. Sebelumnya aku telah berkonsultasi dengan dokter keluargaku mengenai dosis yang aman supaya terlihat seperti meregang nyawa tapi pasti bisa diselamatkan."
"Ibu melakukannya sampai dua kali...."
"Ya, karena percobaan bunuh diri yang pertama belum berhasil membuat Budiman meninggalkanmu. Ketika aku melakukannya untuk yang kedua kali, Budiman mulai kelihatan agak goyah hatinya. Mulailah kurasakan sinyal-sinyal kemenangan. Tetapi kemudian dia berkata bahwa kamu hamil! Aku bagaikan disambar geledek mendengarnya. Diam-diam aku pergi menemuimu. Memohon-mohon agar dirimu bersedia memutuskan Budiman sepihak dan melahirkan anak kalian tanpa sepengetahuannya lalu memberikannya padaku. Aku berjanji padamu akan mengasuhnya dengan baik seperti anak kandungku sendiri, karena aku mandul...."
Kerongkongan Bu Mia tercekat. Terasa berat sekali mengakui kelemahan yang dimiliknya.