Budi teringat kembali curhat sosok yang dihormatinya  dengan gelisah ...
Sekali lagi kutulis  isi pikiran Budi ...
Kenyataan pahit yang baru terungkap setelah kepergian sang Profesor. Siapa sangka, hidup Prof. Sulaeman Badil berakhir tragis.
Terungkap bahwa beliau mengalami kekerasan dalam rumah tangga dari anak-anak tirinya, dan yang lebih mengejutkan, beliau telah menjual rumahnya, Â demi janda yang memikat nafsunya.
Tega menelantarkan tiga anak kandung dan ibu mereka.
Bahkan, di masa-masa terakhir hidupnya, beliau jatuh tersungkur di depan sebuah warung tegal dengan pakaian yang tak layak, Meregang nafas di tempat ia numpang tidur selama dua bulan terakhir.
Budi bergumam dalam hati, "Betapapun itu. Kita jangan pernah menghakimi seseorang, selagi kita bukan hakim. Ingatlah, betapa baiknya seseorang, ia tetaplah manusia yang memiliki sisi kelam."
Hari ini, di tengah kesedihan, Budi belajar bahwa tak ada manusia yang sempurna.
Bahwa di balik setiap kebaikan, mungkin tersembunyi luka yang dalam, rahasia yang gelap. Dan justru karena itu, kita harus lebih banyak belajar memaafkan, memahami, dan menyadari bahwa setiap orang sedang berjuang dengan beban hidupnya masing-masing.
"Terima kasih, Prof, selamat jalan ..."
Budi berbisik pada dirinya sendiri di antara kerumunan pengantar jenasah,