Cerpen  |  Luka Sarita, Pilihan  Berdamai dari Lingkaran Toxic
DikToko
(Soetiyastoko)
Pagi itu, di sudut coffeeshop yang terkenal mahal, Sarita duduk menunduk dengan tangan gemetar. Cangkir kopinya hampir tak tersentuh, hanya mengeluarkan aroma pekat yang perlahan memudar.
Suasana masih sepi, hanya ada dua pengunjung lain yang sibuk dengan laptop masing-masing.
Dr. Maya, sahabat Sarita sekaligus psikolog klinis, duduk di seberangnya, menatap Sarita dengan pandangan penuh perhatian.
"Dia didiagnosis dengan Neuropsychotic Disorder, Â NPD. Trauma masa kecilnya, ditambah kegagalannya mempertahankan jabatan penting, membuat dia merasa kehilangan kendali atas hidupnya. Rasa marah dan frustrasinya diarahkan pada orang-orang di sekitarnya." Itu kalimat Maya saat diminta pendapat tentang calon pimpinan yang akan direkrut owner group usaha.
Kalimat standar seorang profesional.
***
Kali ini yang dihadapan Maya adalah karibnya, Sarita ...
Sarita memandang ke arah jendela besar di dekatnya. Matanya basah, suara seraknya terdengar bergetar. "Maya, aku merasa seperti... pecundang. Apa aku memang sebodoh itu?"
Maya menghela napas, menyandarkan punggung ke kursinya. "Sarita, apa yang sebenarnya membuatmu merasa seperti ini? Ceritakan dengan jujur."
Air mata Sarita mulai mengalir. "Aku... aku tak habis pikir. Dia menyebutku munafik, dungu, bahkan mengatakan aku sesat.
Hanya karena pilihan politikku berbeda. Tapi bukan itu yang paling menyakitkan."