Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Layak-kah Ridho Illahi Sujud di Tengah Kehancuran?

7 Desember 2024   08:44 Diperbarui: 8 Desember 2024   07:06 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pak, Bapak memang salah. Ribuan petani kehilangan sawah mereka. Lingkungan hancur, anak-anak mereka tidak bisa sekolah karena orang tua mereka kehilangan mata pencaharian. Tapi aku percaya, tidak ada dosa yang terlalu besar untuk diampuni Allah.
Pertanyaannya, apakah Bapak mau bertaubat?"

Ridho terkejut dengan keberanian putrinya. Ia memandangnya, mencari kepastian di mata Tamini. "Apa kamu benar-benar percaya aku masih bisa berubah?"

"Percaya, Pak. Asal Bapak mau tunduk, mau bersujud, seperti yang aku lakukan selama ini. Allah berfirman dalam Surah Az-Zumar ayat 53: 'Katakanlah: Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.' Bapak hanya perlu memulai, memohon ampun, dan memperbaiki diri."

Ridho tidak bisa menahan air matanya. Ia menangis, sesuatu yang tidak pernah ia lakukan sejak lama.

Tamini kembali menjalankan mobil saat lampu hijau menyala. 

"Pak, hidup adalah perjalanan. Tidak ada yang tahu kapan kita sampai di akhir. Tapi selama kita masih punya waktu, gunakanlah untuk hal-hal yang berarti."

Ridho mengangguk pelan. Di depan mereka, rumah lama yang kini terlihat usang mulai tampak. Ketika mobil berhenti, Tamini memandang ayahnya dengan lembut. "Pak, aku sudah melakukan bagianku. Sekarang, giliran Bapak. Mulailah dengan sujud. Allah selalu membuka pintu bagi siapa saja yang mau kembali."

Ridho memandang rumah itu, seolah melihat cermin hidupnya yang penuh kehancuran. Namun, di dalam kehancuran itu, ia menemukan secercah harapan. "Tamini," katanya dengan suara serak, "Terima kasih sudah menjadi anak yang lebih kuat dari ayahmu."

Tamini tersenyum. "Kekuatan itu bukan dari aku, Pak. Itu dari Allah. Aku hanya belajar menyerahkan semuanya kepada-Nya."

Ridho turun dari mobil, kakinya terasa berat. Namun, di hatinya, ia tahu perjalanan baru telah dimulai. Dan untuk pertama kalinya dalam hidup, ia bertekad untuk menebus semua kesalahan dengan cara yang benar.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun