Matahari mulai terbit, mengusir sisa-sisa kegelapan dini hari. Aku merenung dalam monolog batinku:
"Seperti penggemar sepak bola yang rela berkelahi untuk membela tim kesayangannya".
Mereka rela melakukan apa saja demi membela figur politik yang mereka percayai.
"Tapi untuk apa? Apakah mereka merasa lebih baik setelahnya? Apakah mereka merasa telah memenangkan sesuatu?"
Aku menatap diri dalam cermin,
 "Mungkin, itu hanya cara mereka melarikan diri dari kenyataan hidup yang mengecewakan".
"Kita semua punya cara masing-masing untuk meredam rasa kecewa, tapi sayangnya, banyak yang memilih jalan yang justru menambah penderitaan."Â
Hanya mengundang kelelahan psikis. Tekanan mental semata.
Kututup ponsel, membiarkan percakapan di grup WhatsApp tetap tak tersentuh.
Aku tak ingin ikut larut dalam kegilaan perdebatan yang tak pernah berujung.
Aku berkata dalam hati, "Mungkin, yang terbaik adalah menjaga jarak, memahami bahwa tak semua orang melihat dunia dengan cara yang sama. Dan bahwa dalam setiap percakapan, lebih baik mendengar daripada berbicara."