"Sudah, Pak, sudah tiga tahun, ... Tapi belum ada tanda-tanda akan punya momongan, ..." , kalimat yang terakhir itu, tidak termasuk jawaban. Tetapi pernyataan.
"Tolong di aamiin-kan, yaa, para hadirin semua, ... Yaa Allah, kami mohon padaMu, berikanlah momongan yang saleh, sehat, normal untuk Mas .... dan istrinya, ..."
Suara yang mengaamiinkan doa itu, tiba-tiba bergemuruh dan bergema.
"Baiklah, sekarang kita telaah pernyataan Mas ...."
Orang yang didaulat jadi pembicara itu ditunggui sepeda motornya yang basah dan kedinginan. Di halaman, gerimis masih belum juga berhenti.
"Ucapan-ucapan Mas, ... tadi benar, .... Tapi masih ada yang harus diperhatikan, tentang tempe goreng tadi, ..."
Pembicara, itu, berhenti sejenak. Menyeruput kopi yang sejak tadi menunggu diteguk.
"Ada hal lain yang juga harus diperhatikan. Ini sesuatu yang bisa mengurangi keberkahan, bahkan terhitung sebagai kemungkaran-kemaksiatan, ... Keburukan yang tidak kita sadari, biasanya terjadi karena kita kurang peduli, ..."
Seseorang, membawakan sebotol air minum dalam kemasan, diletakan disebelah cangkir lurik hijau isi kopi.
"Terima kasih, Pak, .... kita lanjutkan. Air bening dalam kemasan botol plastik ini, saya yakin halal. Sumber airnya, tidak tercemar. Lahannya dikuasai secara benar, tidak menyerobot tanah orang kampung. Tetapi dibeli secara wajar. Tidak ada yang dirugikan. Surat-surat ijin perusahaannya benar dan lunas membayar pajak, ...."
Beliau berhenti sejenah, matanya menjelajahi mata dan wajah para pendengarnya.