Taufik muda mengikuti turnamen tahunan Malaysia Open 1998. Namun, dia belum mampu melangkah lebih jauh di turnamen internasional series [dulu belum ada tingkatan turnamen seperti super series dan sebagainya].
Dia harus mengakui keunggulan tunggal tuan rumah Rashid Sidek lewat rubber set 15-11, 5-15, 8-15.
Kegagalan di Malaysia menjadi tonggak awal karir cemerlang sang legenda, Taufik berangkat ke Brunei. Di Negeri Jiran [tetangga] itu, Taufik berhasil meraih gelar pertamanya.
Di Brunei Open, Taufik muda berhasil menjadi kampiun setelah mengalahkan tunggal asal China Dong Jiong lewat rubber set 12-15, 15-3, 15-9.
Selepas juara di Brunei Open 1998, Taufik tidak menjuarai turnamen apapun lagi pada tahun tersebut. Prestasi tertingginya meraih perunggu di Asian Championship 1998 dan semifinal Indonesia Open.
Di kandang sendiri, Taufik hanya mampu sampai semifinal setelah dikalahkan tunggal Malaysia Yong Hock Kin dua set langsung 10-18, 4-15.
Sang Raja Indonesia Open
Tunggal putra Indonesia sudah puasa gelar di turnamen Indonesia Open selama 6 tahun terakhir. Terakhir, Simon Santoso menjadi pemain tunggal putra Indonesia yang menjuarai turnamen yang digelar di Istora Senayan tersebut.
Lalu, siapakah raja Indonesia Open, turnamen yang memiliki kelas setara dengan All England? Jawabannya adalah Taufik Hidayat. Sang legenda menjadi juara di Senayan ketika masih berumur belia yakni, 17 tahun.
Dia menjuarai Indonesia Open setelah mengandaskan sesama pemain Indonesia Budi Santoso di final dalam dua set langsung 17-14, 15-12.
Setelah itu, si Anak Ajaib, julukan Taufik, mampu mempertahankan gelar Indonesia Open pada 2000. Pada periode itu, Taufik mengandaskan perjuangan tunggal Malaysia Ong Ewe Hock 15-5, 15-13.
Sempat puasa gelar Indonesia Open pada 2001, Raja Backhand itu kembali membuat pendukungnya berteriak suka cita di Senayan setelah kembali juara pada 2002. Saat itu, Taufik mengalahkan pemain China Chen Hong dua set langsung 15-12, 15-12.