Mohon tunggu...
Surya Rianto
Surya Rianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Blogger, Jurnalis Ekonomi, Pecinta Badminton, dan Anime

Blogger, Jurnalis Ekonomi, Pecinta Badminton, Penggemar Anime dan Dorama Jepang.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kisah Pahit Hulu Teh di Indonesia

19 Mei 2019   15:22 Diperbarui: 20 Mei 2019   23:39 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi petani teh (KOMPAS / FERGANATA INDRA RIATMOKO)

Saya paling suka dengan teh hijau karena pahitnya memberikan kesegaran tersendiri. Kalau teh hitam memang perlu gula agar lebih menyegarkan, jika tanpa gula rasanya seperti air mineral yang berwarna coklat kehitam-hitaman. 

Ngomongin teh, saya memiliki pengalaman terkait dunia per-teh-an yakni, ketika meliput Aspegtindo yang diketuai oleh pemilik Sariwangi. 

Ternyata, kisah teh tidak semanis es teh manis atau semewah teh di TWG Tea. Justru kisah teh di Indonesia cukup miris banget nih. 

Dalam menjalankan bisnisnya, hulu teh sangat tertatih-tatih. Banyak tantangannya dari perubahan iklim, finansial, PPN 10%, monopoli perdagangan di pasar lelang, sampai mudahnya masuk produk impor teh ke Indonesia. 

Tepat 1 September 2014, saya meliput diskusi antara asosiasi teh yang baru didirikan Asosiasi Pedagang Teh Indonesia (Aspegtindo) dengan Jakarta Futures Exchanges (JFX). Topiknya adalah mendirikan pasar fisik online untuk teh karena pasar lelang saat itu dinilai tidak adil.

Saat itu, Aspegtindo mengutarakan tekanan yang tengah dialami oleh sektor teh di Indonesia.

Pertama, kebijakan pengenaan Pajak pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% untuk semua komoditas pertanian, termasuk teh. Para pelaku pasar teh disebut keberatan karena petani komoditas itu meliputi segmen menengah ke bawah.

Kedua, pasar lelang yang tersedia di PT Kharisma Pemasaran Bersama (KPB) cenderung satu arah. KPB hanya menjajakan produk teh yang berasal dari PT Perkebunan Nusantara (Persero).

Data ekspor teh Indonesia. Sumber : BPS, dibuat dengan : Flourish
Data ekspor teh Indonesia. Sumber : BPS, dibuat dengan : Flourish

Direktur PT Sariwangi AEA saat itu Andrew Supit mengatakan, akibat sistem lelang KPB itu membuat nilai perputaran transaksi teh lebih kecil ketimbang komoditas lainnya.

Nilai perputaran transaksi teh saat itu hanya senilai US$180 juta. Nilai itu lebih kecil ketimbang Kelapa Sawit dan Kopi yang masing-masing senilai US$25 miliar dan US$800 juta.

"Padahal, perputaran transaksi teh diprediksi bisa US$1 miliar, tetapi para petani teh cenderung memilih menjual produknya secara mandiri," ujarnya saat itu.

Untuk menyelesaikan polemik itu, Aspegtindo melemparkan solusi yakni, mereka berupaya meminta penangguhan terkait keputusan Mahkamah Agung Nomor 70 Tahun 2014 tentang PPN 10% untuk komoditas pertanian tersebut.

Lalu, Aspegtindo melemparkan wacana pembentukkan pasar fisik teh online yang bekerja sama dengan JFX. Wacana itu terinspirasi dari rencana dibuatnya pasar fisik untuk Kakao.

Kedua komoditas itu memang memiliki kesamaan yakni, melibatkan petani menengah ke bawah. Pasar fisik online diharapkan bisa melahirkan perdagangan yang lebih adil. Solusi kedua memunculkan perdebatan, beberapan anggota asosiasi sempat berkeras meminta solusi lain untuk bisa dibandingkan dari segi efektivitas dan efisiensinya.

Namun, sampai pertemuan ditutup memang tidak ada solusi lain yang bisa dimunculkan selain pasar fisik online untuk teh tersebut. Delapan bulan sejak 1 September 2014, pasar fisik teh online belum kunjung rampung.

Di tengah proses pembentukan pasar fisik teh online itu, Dua direksi JFX malah menjadi tersangka kasus suap. Direktur Utama JFX Sherman Rana Krishna yang ikut dalam diskusi 1 September 2014 bersama Direktur JFX Bihar Sakti Wibowo tersangkut kasus penyuapan eks Kepala Badan Pengawas Perdagangan berjangka komoditi (Bappebti) Syahrul Raja senilai Rp7 miliar.

Konon, penyuapan itu dilakukan untuk memuluskan izin pendirian PT Indokliring Internasional.

Data Produksi teh Indonesia, sumber : BPS dibuat dengan Flourish
Data Produksi teh Indonesia, sumber : BPS dibuat dengan Flourish

Lalu, bagaimana nasib pasar fisik teh online yang diharapkan Aspegtindo?

Plt. Direktur Utama JFX saat itu Adler Manurung tidak mau terburu-buru dalam menyelesaikan pasar fisik teh tersebut.

"Untuk membuat produk yang kuat dibutuhkan kajian yang mendalam. Kalau Bappebti sudah kasih lampu hijau siap, kami siap, tetapi memang tetap membutuhkan waktu," ujarnya pada (4/5/2015).

Kepala Bagian Pengembanga Pasar Biro Analsisi pasar Bappebti Dharmayugo Hermansyah mengungkapkan, JFX dan Aspegtindo telah memenuhi syarat untuk membuat pasar fisik teh online tersebut.

"Kami positif terhadap rencana pasar fisik teh karena tujuannya membantu petani teh," ujarnya.

Aspegtindo pun mengurus pembiayaan untuk para petani teh. pembiayaan itu bertujuan agar petani siap melelangkan produknya bila pasar fisik telah rampung. Asosiasi pun berencana menyinergikan pasar fisik teh dengan sistem Resi Gudang. Harapannya, integrasi itu bisa membantu petani untuk memperdagangkan produknya.

Namun, mimpi pasar fisik teh online masih belum terealisasi hingga September 2015. Beberapa permasalahannya yakni, peraturan tata tertib (PTT). Bappebti menyebutkan kemungkin PTT bisa rampung 21 hari ke depan sehingga pada Oktober 2015 pasar fisik teh bisa beroperasi.

Pasar fisik teh terus mangkrak gara-gara PTT yang masih terus dikaji oleh Bappebti. Masalah yang menjadi perhatian Bappebti adalah waktu perdagangan dengan pembeli dan KPB.

Kepala Bagian Pengembangan Pasar Biro Analisis Pasar Bappebti Dharmayugo Hermansyah mengatakan, pihak pembeli dari India dan Srilanka meminta agar waktu perdagangan disesuaikan dengan waktu mereka.

"Lalu, KPB meminta agar waktu perdagangan pasar fisik teh tidak bersamaan dengan mereka [KPB]," ujarnya.

Di tengah proses pasar fisik teh yang mangkrak, Stephanus Paulus Luminta resmi terpilih menjadi direktur utama JFX pasca Sherman menjadi tersangka. Sampai saya meninggalkan desk bursa dan komoditas pada 31 Desember 2015, nasib pasar fisik teh tidak kunjung rampung.

Namun, situs resmi JFX sudah memajang pasar fisik teh online. Sayangnya, saya tidak menemukan data harga historis, harga penutupan, dan spesifikasi. Bahkan, spesifikasi hanya berisi 'Lorem Ipsum' dan 'Asdf' yang artinya kanal situs ini masih belum digunakan.

Adapun, dari data transaksi multilateral JFX pada April 2019 hanya ada lima produk yang aktif yakni, emas berjangka, kopi, olein [minyak goreng], kakao, dan emas Loco London.

Sariwangi Pailit

Andrew Supit, pengurus Aspegtindo, adalah putra pendiri Sariwangi. Di tengah proses perancangan pasar fisik teh online, ternyata Sariwangi tengah terlilit utang.

Pada Mei 2015, Sariwangi Grup bernegosiasi dengan Bank Commonwealth terkait utang anak usahanya PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung (MP Indorub) senilai US$1,23 juta.

Posisi Sariwangi di sana adalah sebagai penjamin utang anak usahanya tersebut. Tak hanya disitu, ternyata total utang Sariwangi Group senilai Rp1,09 triliun dengan melibatkan 98 kreditur. Tujuan kredit itu untuk pembangunan infrastruktur seperti, teknologi penyiramman air agar produksi teh bisa naik.

Namun, ekspansi itu ternyata tidak sejalan dengan hasil yang didapatkan. Alhasil, pembayaran utang pun tersendat.

Di tengah kesulitan itu, sempat muncul perusahaan asal Hong Kong CR Aroma Ltd. bakal mengakuisisi Sariwangi. CR Aroma juga termasuk salah satu kreditur senilai US$6 juta.

Namun, rumor akuisisi itu menghilang begitu saja. Malah, masalah utang Sariwangi makin pelik setelah mantan kuasa hukumnya Legisperitus Lawyers mengajukan pembatalan perdamaian pada 2016.

Alasannya, jasa Legisperitus Lawyers senilai Rp2,35 miliar belum di bayar.

Sariwangi pun makin tertekan setelah Bank ICBC Indonesia mengajukan pembatalan perdamaian atas utang Rp322,75 miliar. Pasalnya, Sariwangi belum juga membayar kewajibannya setelah masa grace period habis pada September 2017.

Alhasil, pengadilan niaga menerima pembatalan perdamaian dan Sariwangi Grup  diputus pailit.

Padahal, Sariwangi Grup berkontribusi terhadap 30% produksi teh nasional dan 70% produksi teh Jawa Barat. Sariwangi pun memiliki 75.000 petani di perkebunannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun