Sayangnya, genosida publikasi rokok itu tidak berlaku di dunia pendidikan, terutama perguruan tinggi. Sampai beberapa tahun lalu, saya masih kerap melihat acara kampus disokong dananya oleh perusahaan rokok.
Alhasil, ketika acara digelar, bakal banyak perempuan penjual rokok yang disebar perusahaan tersebut. Hal itu mungkin menjadi salah satu kontrak perjanjian sponsor dengan penyelenggara acara di kampus agar diberikan sokongan dana.
Tak hanya itu, pemerintah sendiri tidak tegas menekankan kawasan kampus dan sekolah adalah kawasan tanpa rokok. Mahasiswa masih dengan nikmatnya duduk merokok.
Begitu juga dengan dosen yang masih menikmati rokok di kampus. Belum lagi, tidak ada aturan ketat penjualan rokok di sekitar sekolah dasar, menengah pertama, dan menengah atas.
Seharusnya, ada radius beberapa kilometer untuk penjualan rokok tersebut.
Namun, rasanya agak sulit pula memperketat aturan penjualan rokok.
Saya ingat ketika penerapan gambar 'seram' bahaya rokok pun langsung heboh dibahas. Para perokok sampai ada yang menantang siapa yang bakal duluan mati, yang merokok atau tidak.
Dalam hati kecil, yang tidak merokok bisa jadi mati duluan gara-gara perokok aktif merokok sembarang. hehe..
sumber : Suryarianto.id
untuk kalian para perokok aktif
kalian ga tau rasanya dada jadi sesek akibat asap rokok kalian yang tidak tahu diri itudari aku penderita asma yang kemana mana bawa masker biar tidak menghirup asap kematian itu.#generasiantirokok--- ita (@Naomikrismeidta) May 4, 2019
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!