Entah itu tagar bersifat pemasaran atau bukan, tetapi respons warganet cukup beragam. Suasan pro dan kontra kembali hadir antara pelaku dari perokok aktif dan korban dari perokok pasif.
Saya pun teringat dengan seorang guru Sekolah Menengah Atas (SMA) yang menjelaskan alasannya merokok.
"Kalau bukan demi Indonesia, saya tidak akan merokok," ujarnya sambil menghisap rokoknya sambil menunggu angkutan umum di halte.
Sentimen nasionalisme itu bisa jadi tidak salah, industri rokok adalah sektor padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja.
Apalagi, tenaga kerja yang diserap adalah warga yang berada di sekitar pabrik rokok tersebut. Jelas, ini adalah sentimen positif untuk membuat sebuah daerah semakin produktif.
Namun, perkembangan teknologi nyatanya membuat industri rokok mulai memangkas tenaga kerjanya. Banyak perusahaan rokok yang menutup pabrik Sigaret Kretek Tangan (SKT).
Padahal, pabrik SKT yang paling banyak menyerap tenaga kerja.
Sejak 2014, PT HM Sampoerna Tbk., PT Gudang Garam Tbk., dan PT Bentoel Internasional Investama Tbk. sudah memangkas tenaga kerjanya hingga ribuan orang.
https://twitter.com/jimcor3y/status/1124316659538247682
https://twitter.com/mayamentarina/status/1124346761793785856