Pada Oktober 2018, Presiden Ke-7 Indonesia sudah menandatangani peraturan presiden terkait pemanfaatan cukai rokok demi menutup defisit BPJS Kesehatan.
Lalu, berapa besar dana dari cukai rokok yang bisa digunakan untuk menambal defisit BPJS Kesehatan?
Dana yang bisa digunakan untuk kesehatan adalah pajak dari cukai rokok. Nilai pajak cukai rokok sebesar 10% dari total cukai tersebut.
Jika, realisasi pendapatan cukai rokok 2018 senilai Rp153 triliun, berarti pajak cukai rokok senilai Rp15,3 triliun.
Jumlah itu tidak bisa digunakan seluruhnya untuk BPJS Kesehatan. Pasalnya, hanya 50% dari pajak cukai rokok yang bisa digunakan untuk kesehatan yang artinya sekitar Rp7,5 triliun.
Lalu, nilai Rp7,5 triliun itu pun tidak bisa digunakan sepenuhnya oleh BPJS kesehatan. Pasalnya, pajak cukai rokok itu juga diserap oleh program kesehatan pemerintah daerah.
Jika digunakan separuh dana itu alias sekitar Rp3,75 triliun tidak akan mampu menambal defisit BPJS kesehatan. Sepanjang 2018, defisit BPJS kesehatan senilai Rp10,25 triliun.
Alhasil, defisit BPJS Kesehatan sepanjang 2018 diselamatkan dengan dana cadangan Anggara Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Perokok Aktif yang Harus Sadar Diri Bukan Perokok Pasif yang Mengalah
Salah satu postingan media sosial Kumparan menceritakan di Jepang ada perguruan tinggi yang tidak bakal merekrut dosen yang merokok. Tujuannya sebagai upaya mendidik sumber daya manusia agar tidak merokok dan sterilisasi kampus dari asap rokok.
Salah satu warganet mencoba berkomentar netral mengatakan, perokok aktif wajib memperhatikan hak dari perokok pasif, begitu juga sebaliknya. Sayangnya, pemerintah cenderung menganaktirikan perokok aktif.
Pasalnya, kawasan tanpa rokok (KTR) dibuat, tetapi tidak diiringi dengan pembangunan fasilitas untuk perokok.