Mohon tunggu...
Iwan Sulaiman Soelasno
Iwan Sulaiman Soelasno Mohon Tunggu... -

Pendidikan S1 di Fisip Unas, S2 di Fisip UI. Bekerja di ADKASI (Asosiasi DPRD Kabupaten seluruh Indonesia) sejak 2002 dan menjabat sebagai Direktur Eksekutif ADKASI 2005-2011. Kini Direktur Eksekutif Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) dan tenaga ahli di DPD RI

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ini RUU Daerah Kepulauan Inisiatif Komite I DPD RI

8 Oktober 2018   15:12 Diperbarui: 8 Oktober 2018   15:13 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari pasal ini, setidaknya terdapat dua konsep yang harus diterjemahkan. Pertama, konsep daerah provinsi yang berciri kepulauan, kedua, konsep gugusan pulau yang menjadi satu kesatuan geografis dan sosial budaya.

Ahli hukum laut dan pemerintahan daerah mendalilkan bahwa di dalam negara kepulauan tidak boleh ada provinsi atau kabupaten/kota kepulauan, atau tidak boleh ada konsep daerah kepulauan di dalam negara kepulauan karena negara kepulauan adalah satu kesatuan yang menggambarkan negara Indonesia sebagai negara kepulauan.

Karena itu, Benny mengatakan bahwa DPD RI sependapat dengan pandangan demikian. Namun kami jadi mempertanyakan "kalau Indonesia adalah Negara Kepulauan, kenapa di dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 dilahirkan konsep Provinsi Berciri Kepulauan? Bukankah negara ini adalah Negara Kepulauan dan bukan negara berciri kepulauan?

Apabila Negara Indonesia sebagai negara kepulauan melahirkan konsep provinsi berciri kepulauan yang menunjukkan negara ini mempunyai kedaulatan sebagai negara kepulauan untuk melahirkan konsep provinsi berciri kepulauan  maka atas dasar kedaulatan yang sama  dan hak sebagai negara berdaulat untuk membentuk norma hukum nasional, DPD RI berpendapat bahwa atas kedaulatan negara dan kemerdekaan untuk membentuk norma hukum nasional, tentu sah pula memperkenalkan norma hukum baru tentang daerah kepulauan dalam dalam suatu undang-undang yang diberi nama Undang-Undang tentang Daerah Kepulauan.

Menurut Benny, DPD RI memandang bahwa sangat wajar di dalam negara kepulauan otomatis ada provinsi kepulauan dan kabupate/kota kepulauan. Dan DPD RI berpandangan bahwa kurang tepat dikatakan di dalam negara kepulauan terdapat daerah berciri kepulauan. Negara Indonesia adalah negara kepulauan dan bukan negara berciri kepulauan.

Berdasarkan konsep di atas, Benny menjelaskan bahwa konstruksi hukum yang dibangun dalam RUU ini adalah adanya pengaturan khusus tentang ruang, urusan dan uang yang harus dimiliki oleh daerah kepulauan. Pembentukan UU tentang Daerah Kepulauan dilakukan dengan pertimbangan bahwa: (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan berciri nusantara yang mengakui dan menghormati satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus sehingga pengaturan hubungan antara Pemerintah, pemerintahan daerah perlu memperhatikan kekhususan-keragaman lokal, dan (2) penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berorientasi kepada pembangunan daratan belum mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan melalui pelayanan publik, pembangunan ekonomi dan perlindungan sosial bagi masyarakat di daerah kepulauan.           

Dalam usulan inisiatif yang disusun oleh DPD RI, Benny menyampaikan RUU Daerah Kepulauan terdiri dari 11 Bab dan 45 Pasal, dimana fokus dalam batang tubuhnya mencakup 3 (tiga) hal utama, yaitu (1) Ruang Pengelolaan, (2) Urusan Pemerintahan, (3) Uang/Pendanaan. Daerah Kepulauan, dalam usulan RUU ini, didefinisikan sebagai daerah yang memiliki karekteristik secara geografis dengan wilayah lautan lebih luas dari daratan yang didalamnya terdapat pulau-pulau yang membentuk gugusan pulau sehingga menjadi satu kesatuan geografis dan sosial budaya. Terdapat 11 (sebelas) asas yang mendasari UU tentang Daerah Kepulauan, yaitu asas kepastian hukum, desentralisasi, rekognisi, keadilan, kearifan lokal, akuntabilitas, partisipasi masyarakat, keterpaduan, keberlanjutan dan proporsionalitas. 

Pembentukan UU tentang Daerah Kepulauan bertujuan untuk: (a) menjamin kepastian hukum bagi Pemerintah Daerah Kepulauan, (b) mengakui dan menghormati kekhususan dan keragaman karakteristik geografis dan sosial budaya Daerah Kepulauan, (c) mewujudkan pembangunan Daerah Kepulauan yang berkeadilan, mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berdaya saing, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan, dan (d) memberikan perlindungan dan keberpihakan terhadap hak-hak masyarakat di Daerah Kepulauan.

Ruang lingkup pengaturan Daerah Kepulauan meliputi 7 (tujuh) hal pokok berupa: (1) Daerah Kepulauan dan wilayah pengelolaan, (2) urusan Pemerintahan, (3) pendanaan Daerah, (4) pembangunan daerah, (5) masyarakat Daerah Kepulauan, (6) pengelolaan dan pemanfaatan pulau-pulau kecil terluar, dan (7) partisipasi masyarakat.  

Dalam hal ruang, Daerah Kepulauan diusulkan terdiri atas: Daerah Provinsi Kepulauan, dan Daerah Kabupaten/Kota Kepulauan. Penetapan Daerah Kepulauan dilakukan dengan memperhatikan: karakteristik secara geografis dengan wilayah lautan lebih luas dari wilayah daratan, beberapa Pulau yang membentuk gugusan Pulau sebagai satu kesatuan geografi, ekonomi, pertahanan keamanan, dan politik yang integral. Untuk Daerah Provinsi Kepulauan, memiliki paling sedikit 1/5 (satu per lima) jumlah Daerah Kabupaten/Kota Kepulauan yang tersebar di gugusan Pulau yang berbeda.

Sedangkan untuk Daerah Kabupaten/Kota Kepulauan, memiliki paling sedikit 2 (dua) kecamatan yang tersebar di gugusan Pulau yang berbeda. RUU tentang Daerah Kepulauan ini juga telah mengusulkan untuk penetapan 8 Provinsi Kepulauan dan 86 Kabupaten/Kota Kepulauan yang tersebar di 15 Provinsi. Provinsi dan Kabupaten/Kota baru (DOB) yang akan ditetapkan sebagai daerah otonom, dapat diberikan status sebagai Daerah Provinsi Kepulauan atau Kabupaten/Kota Kepulauan dengan memenuhi persyaratan di atas dan ditetapkan dalam undang-undang mengenai pembentukan daerah bersangkutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun