Sayang sekali, dia bukan pemilik perusahaan. Jadilah ia cuma bisa melempar gagasan dan berusaha agar gagasannya dapat disambut baik oleh atasan-atasannya lagi di sana. Di mana? Embuh!
Apakah ide-ide Nurulloh dan para anak buahnya di dapur Kompasiana akan disambut para atasan yang lebih mirip dewa -karena tidak dekat dengan para penulis Kompasiana- atau tidak digubris sama sekali? Entahlah.Â
Sebab, sepanjang sepuluh tahun bergelut di Kompasiana, sih, saya selalu yakin, mereka para pengelola ini adalah figur-figur yang sangat serius, terlepas mereka acap menutupi luka dengan canda.Â
Begitu juga para penulis, pun tak kalah serius, dan itu terbukti tidak cuma dari tulisan-tulisan mereka yang membanjiri Kompasiana, tapi juga hampir selalu "banjir" setiap kali ada acara diadakan media keroyokan ini.
Namun, lagi-lagi, seberapa seriuskah "para dewa" di perusahaan yang menaungi Kompasiana dalam melihat keseriusan mereka?
Dalam acara sore hari di Museum Bank Indonesia, saya berusaha menggali bagaimana pihak Bank Indonesia -katakanlah mewakili mitra- melihat Kompasiana.Â
Cukup terang terlihat, keberadaan Kompasiana sangat dihargai. Konten-konten yang ada di sini tidak kalah dengan penulis profesional -lha iya, emang banyak juga penulis profesional di sini, sih.
"Sebelumnya, kami pernah mengadakan perlombaan tentang keuangan melalui wadah lain, namun tidak sesuai ekspektasi. Berbeda ketika kami mengadakan itu lewat Kompasiana, pesan yang ingin kami sampaikan kepada publik lebih terasa, lho!" kata Mbak Cantik yang lupa kutanyakan nama dan nomor hape-nya. Ya, gimana, kalau sudah punya anak dan istri, sulit buat melatih bakat berburu nomor hape, sih.Â
Bahkan, salah satu petinggi Bank Indonesia, di atas panggung, menegaskan bahwa bank sentral ini ingin dapat terus bekerja sama dengan Kompasiana. Sebab, ia terbuka mengatakan, hasil dari kampanye mereka bersama Kompasiana, sangat menggembirakan.Â
Sekarang, tinggal lagi ke pemilik perusahaan yang menaungi Kompasiana, sih. Kalian punya cita-cita menggembirakan para penulis dan karyawan yang mengurus Kompasiana, nggak, sih?Â
Saya sendiri terkadang pura-pura bahagia, lha menulis dua artikel panjang lebar, meriset dalam-dalam, berusaha mengurai dan mengolahnya sebaik mungkin, cuma diganjar 1 gram emas.Â