Sementara penulis, pun tak sedikit yang hidup mati, karena saat kuota terbatas pun, mereka tetap berusaha menulis walaupun harus menumpang wifi tetangga! (Belum tentu dapat ganjaran uang lagi, eh).
Itu memang beraroma candaan, tetapi sebenarnya serius, bahwa tidak sedikit dari para penulis Kompasiana yang memiliki penghasilan terbatas, pekerjaan tidak tetap, namun mereka tetap berusaha menulis.Â
Jadi, pengelola Kompasiana jangan sampai "dikutuk" orang-orang ini, karena doa orang dizalimi itu cepat dikabulkan Allah! (Agak berbau Majalah Hidayah, ya? Gapapa, deh!)
Artinya, kembali agak serius nih, sejatinya memang ada dedikasi yang kuat entah dari para pengelola Kompasiana sendiri hingga para penulis di sini. Pengelola terus menunjukkan dedikasi dalam pengelolaannya, dan penulis menunjukkan dedikasi dengan tulisan-tulisan bernasnya.Â
Dedikasi itu sejatinya sesuatu yang mahal. Bahkan, kalaupun perusahaan yang menaungi Kompasiana mampu menggaji pekerjanya dengan lancar, tapi mereka tidak akan mampu membayar dedikasi dari pekerjanya.Â
Juga takkan bisa membayar para penulis yang sukarela memberikan waktu, tenaga, dan pikiran lewat konten-konten mereka.
Saya sendiri, saat masih bekerja serabutan saja, masih berusaha keras untuk dapat menulis di Kompasiana. Setidaknya di sini juga saya belajar untuk mengenal dan mengakrabi dedikasi, atau berbuat dan berbagi dengan sepenuh hati sebagai pengorbanan untuk sesuatu yang dicintai.Â
Kompasiana sampai di usia 11 tahun masih menjadi platform blog yang masih dicintai.Â
Tinggal pada perusahaan yang menaungi Kompasiana sendiri, setelah pengelola memberikan dedikasi--meski bergaji terbatas, katanya--dan penulis di sini pun tak kurang dedikasi untuk berbagi, kalian sendiri tertarik menunjukkan dedikasi untuk kedua pihak ini, tidak?Â
Lha, saya menulis begini, karena mengamati juga bagaimana beratnya mereka yang bekerja di "dapur" Kompasiana. Dari menghadapi kerewelan-kerewelan para penulis, dan pastinya menghadapi bos-bos mereka yang kuyakini tak kalah rewel.
Di sini, saya sendiri tertarik dengan pandangan-pandangan Nurulloh, yang tampaknya punya cita-cita bisa memberi lebih banyak untuk anak buahnya dan juga para penulis di Kompasiana.Â