Sementara kekerasan, sejatinya juga mencakup hal-hal bersifat verbal dan psikis, dan ini acap menimpa kalangan minoritas dan juga sebagian dari mayoritas itu sendiri yang berani memilih sikap berbeda dengan mereka.
Simak saja perbincangan grup-grup di media sosial seperti Facebook atau Twitter, misalnya, tak sedikit yang menggaungkan ancaman akan melakukan kesadisan yang pernah terpampang pada 1998 yang pernah meninggalkan luka sangat dalam bagi sekelompok etnis dan agama.
Apakah perbincangan itu disikapi serius aparat hukum dan keamanan? Tak bermaksud meremehkan usaha mereka, tapi kesan yang mencuat, mereka hanya dapat menunggu laporan dan menunggu mana konten media sosial yang menjadi viral yang diyakini bisa membawa dampak cukup terlihat oleh mata publik.
Sementara yang lain, yang tak menjadi viral secara sporadis kecuali beredar di kalangan tertentu seperti tak terendus oleh tim cyber crime yang jadi unit khusus aparat terkait. Lagi-lagi mereka baru menindak setelah itu menjadi "masalah".
5. Penyalahgunaan rumah ibadah
Sulit mencari rumah ibadah belakangan ini yang tak menyinggung-nyinggung masalah beraroma SARA. Ada kesan begitu mendalamnya dendam sekelompok umat beragama dan terkesan berambisi besar untuk membenturkan satu kelompok dengan kelompok lainnya.
Acapkali alasan yang disampaikan adalah logika yang dipaksakan. Ada upaya mencitrakan bahwa Tuhan akan tersenyum jika sekelompok manusia mampu memelihara kemarahan dan menumpahkan pada kalangan yang dianggap tak sedekat mereka dengan Tuhan itu sendiri.
Alhasil, di kalangan masyarakat awam, kemarahan itu diyakini sebagai sesuatu yang direstui Tuhan dan disenangi oleh-Nya.
Itu hanya sebagian dari seabrek persoalan yang melingkari Pilkada DKI Jakarta. Kenapa ini harus dicatat, tak lain agar pemerintah dapat lebih serius menyikapi fenomena ini. Sebab, ini berkaitan dengan hal beraroma fasis dan merangsek kelompok yang masih gampang dipanas-panasi.
Selama ini, kelompok itu hanya dimanfaatkan untuk tujuan jangka pendek, tapi membiarkan itu bisa saja dipelintir lebih jauh dan justru membawa dampak jangka panjang.
Kemajemukan yang menjadi bagian wajah Jakarta, dan Indonesia umumnya, sejatinya memang berguna sekali untuk kekuatan. Luar biasa jika kekuatan itu digunakan untuk mengisi kekurangan yang ada dan memperbaiki apa yang selama ini masih kurang bagus.