Sukma Bunglon
“Hai, Apa yang kamu cari?” Ujar suara tak bertuan.
“Siapa disana?”Sembari kudekati suara itu. Ku dapati hanya bigora terpang-pang besar dihadapanku. Dengan bantuan lampu kecil aku terangi bigora itu.
Kudapati fotonya WsRenda. Sang Burung Merak. Memakai baju pendek yang terbelah kancingnya. Hanya kaos kuning tua melapisi badantengahnya. Dengan jari telunjuk mengacung keatas menjadi ciri khasnya. Kerutdahi yang terpecah. Bola mata menatap tajam kesudut atas. Tangan kiri memegangerat kertas putih yang entah, tulisan apa dibalik kertas itu.
Andai aku terciptaseperti Sang Burung Merak. Khayalanku mulai memburu. “...Bisa menciptakan puisifenomenal yang tak akan di lupakan torehan sejarah. Karyaku banyak yang telahdi translit ke berbagai bahasa asing. Bahkan, aku bisa menjadi pemain teater piawai yangdijadikan cermin utama bagi pemula-pemulanya. Tapi, apa modal pertama yangharus aku lakukan? Lalu, dengan apa aku harus menghiasi kata-kataku agar nampakelok seperti sang burung merak?.
“Hai...!”
“Siapa?” Peranjatku memutus paksalamunanku. Kudapati ada telunjuk kekar menyentuh keningku.
“Jangan hanyaberkhayal saja masuklah kejasadku!” Ajak Renda yang tetap menempelkan jari telunjuknya di jidatku.
“Bagaimana caranya?”Cetusku seketika.
Sekejap, terasa akumenjadi molekul sinar kecil, dengan halusnya aku memasuki relung kelenjar, uratnadi, telunjuk jari hingga aku terjatuhditempat yang amat menyengat bau kedamaiannya. Ku dapati aku telah berada dijasad Renda. Menyatu. seakan penuh nafsu kata demi kata terasa terlempar darimulut kita berdua. Suaraku adalah suaranya dan gemaku menjadi gemanya. Kamibenar-benar menyatu dalam nyata. Atauentah apa itu.
MaknaSebuah Titipan