Mohon tunggu...
SNF FEBUI
SNF FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Badan Semi Otonom di FEB UI

Founded in 1979, Sekolah Non Formal FEB UI (SNF FEB UI) is a non-profit organization contributing towards children's education, based in Faculty of Economics and Business, Universitas Indonesia. One of our main activities is giving additional lessons for 5th-grade students, from various elementary schools located near Universitas Indonesia. _________________________________________________________ LINE: @snf.febui _________________________________________________________ Instagram: @snf.febui ____________________________________________________ Twitter: @snf_febui _______________________________________________________ Facebook: SNF FEB UI ____________________________________________________ Youtube: Sekolah Non Formal FEB UI ______________________________________________________ Website: snf-febui.com ______________________________________________________ SNF FEB UI 2020-2021 | Learning, Humanism, Family, Enthusiasm | #SNFWeCare

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dari Segi Kesehatan hingga Konsumsi Keluarga, Anak Indonesia Beraspirasi Perketat Regulasi Mengenai Rokok

21 November 2022   20:54 Diperbarui: 21 November 2022   21:00 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap tahunnya akan ada aspirasi yang disampaikan oleh anak Indonesia melalui forum anak. Melalui wadah tersebut, setiap anak yang mewakili daerahnya akan berdiskusi merumuskan Suara Anak Indonesia (SAI) untuk didengarkan oleh pemerintah.  

Hal yang tertuang dalam SAI sendiri merupakan suatu bentuk representasi aspirasi, kebutuhan, keinginan, hingga kekhawatiran anak Indonesia dalam isu pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak yang diutarakan oleh mereka untuk direspon oleh pemerintah dalam menanganinya. 

Tentu, aspirasi tersebut sangat penting untuk didengar dan bukan hanya suatu rumusan yang dihasilkan lantas diabaikan. Perlu tindak lanjut pemerintah untuk peduli dan melakukan langkah konkret agar setiap anak di Indonesia mendapatkan hak yang ia miliki sebagaimana mestinya. 

Lantas, melihat Suara Anak Indonesia (SAI) tiga tahun ke belakang, terdapat salah satu aspirasi yang perlu menjadi perhatian bersama, yaitu tentang dukungan untuk memperketat regulasi aturan mengenai rokok. 

Pada tahun 2020, tertuang poin, "Forum Anak akan mendukung pemerintah memantau dan memperketat peraturan terkait iklan, promosi, dan sponsor rokok di seluruh wilayah Indonesia."[1]. 

Kemudian, pada tahun 2021, "Memohon kepada pemerintah untuk mempertegas aturan jual beli rokok dan memperketat peraturan terkait Iklan, Promosi dan Sponsor Rokok (IPSR) di seluruh wilayah Indonesia."[2]. 

Juga suara pada tahun 2022 tertuang salah satu aspirasi yang menyuarakan tentang regulasi rokok juga, "Memohon kepada pemerintah dan masyarakat untuk mengoptimalkan pengawasan distribusi, iklan, promosi, dan sponsor rokok serta melakukan rehabilitasi khusus bagi perokok anak."[3].

Meningkatnya Perokok Aktif pada Anak

Suara yang disampaikan oleh anak Indonesia kiat selalu diaspirasikan karena belum optimalnya peran pemerintah dalam melakukan pengawasan meregulasi peraturan mengenai rokok agar tidak terjangkau oleh anak-anak. Hal tersebut dapat dilihat dari data yang menunjukkan bahwa adanya peningkatan anak yang mengkonsumsi rokok. 

Pada tahun 2013, prevalensi perokok anak mencapai 7,20 persen hingga meningkat menjadi 10,70 persen pada tahun 2019. Bahkan, dalam proyeksinya, jika pengawasan ini tidak dioptimalkan dan dikendalikan, jumlah perokok anak dapat mencapai 16 persen pada tahun 2030. 

Peningkatan tersebut dapat terjadi karena adanya kemudahan akses bagi sang anak untuk membeli rokok tersebut di berbagai tempat yang menjualnya. Juga, banyaknya iklan dan harga yang murah turut mendukung peningkatan tersebut yang kiat meningkat.

Variasi jumlah batang rokok yang dikonsumsi oleh tiap anak tersebut berbeda antara anak yang diperkotaan dan juga pedesaan. Persentase jumlah batang rokok yang dikonsumsi anak yang tinggal di perkotaan dengan jumlah lebih dari 60 batang ada 24 persen, sedangkan anak yang tinggal di pedesaan sebesar 38 persen. Tentu hal ini menjadi suatu data yang amat miris sekali.

Dampak Negatif Rokok secara Internal dan Eksternal bagi Diri Sang Anak

Perlu disadari bahwa suara akan hal ini perlu selalu digalakkan bukan tanpa alasan, banyak sekali dampak negatif yang dihasilkan dan sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, baik jika sosok anak tersebut yang mengonsumsi rokok maupun terpapar asap rokok. 

Bagi anak pengonsumsi rokok, gangguan yang dapat dialami yaitu mulai dari paru-paru berhenti berkembang, kerusakan pada gigi, hingga kesehatan otot dan tulang menurun [4]. Jelas fakta tersebut bukan suatu hal yang positif yang didapatkan oleh anak ketika mereka mengonsumsi rokok. 

Namun, karena adanya kemudahan akses dalam membeli rokok dan juga harga yang terjangkau, mereka berani mencoba hingga sampai ketagihan untuk mengonsumsi barang tersebut.

Tidak hanya itu, jika dikaji lebih lanjut, asap rokok juga memiliki hubungan negatif terhadap fenomena stunting pada anak. Hal tersebut dapat ditelaah melalui sudut pandang ekonomi dan kesehatan. 

Dalam segi ekonomi, kejadian stunting pada anak disebabkan oleh adanya proporsi uang belanja untuk makanan sehat yang berkurang karena orang tua lebih mementingkan membeli rokok [5]. 

Hal tersebut selaras dengan apa yang disampaikan oleh  Sri Mulyani, Menteri Keuangan RI, yang mengatakan bahwa rokok jadi konsumsi kedua terbesar rumah tangga miskin. 

Uang yang harus dikeluarkan untuk membeli rokok melebihi belanja untuk kebutuhan protein seperti telur, daging, ayam, hingga tahu dan tempe yang mana seharusnya menjadi prioritas untuk memenuhi konsumsi keluarga [6]. Alokasi belanja yang tidak baik tersebut membuat sang anak tidak mendapatkan gizi yang maksimal untuk tumbuh kembangnya.

Kemudian, dari sudut pandang kesehatan, rokok dapat menjadi salah satu faktor terjadinya fenomena stunting pada anak karena efek langsung dari asap yang terhirup dari rokok tersebut, bahkan sejak anak masih dalam kandungan.  

Menurut studi jangka panjang, misalnya, anak dari ibu hamil yang menjadi perokok aktif terbukti memiliki tinggi tubuh yang lebih pendek dibandingkan teman sebayanya [1]. 

Dari berbagai hal yang telah dipaparkan tersebut, menjadi suatu hal yang sangat wajar mengapa anak Indonesia selalu tidak henti-hentinya beraspirasi memperketat peraturan terkait iklan, promosi, dan sponsor rokok (IPSR). 

Baik secara langsung ketika sosok anak tersebut merokok atau menjadi perokok pasif, hal tersebut sangat memberikan dampak negatif bagi tumbuh kembangnya. Lantas, apa respon kebijakan pemerintah untuk menjawab aspirasi dari anak Indonesia yang dapat dilihat?

Kenaikan Harga Cukai Rokok

Baru-baru ini, pemerintah meregulasi kenaikan cukai rokok untuk tahun depan sebesar 10 persen guna menekan angka perokok anak. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan memperhatikan target penurunan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7 persen. 

Harapannya, regulasi yang akan ditetapkan ini mampu menyadarkan masyarakat dan anak-anak agar terhindar dari rokok yang akan membahayakan tumbuh kembangnya.

Tentu, di samping adanya regulasi yang akan ditetapkan tersebut, pemerintah dan juga masyarakat juga perlu melakukan tindakan-tindakan preventif melalui aksi nyata langsung dengan berbagai program yang dapat dijalankan, baik melalui sosialisasi dan juga lingkungan bebas asap rokok bagi anak. Perlu pendampingan dari berbagai stakeholder agar angka perokok pada anak dapat semakin menurun.

Belajar dari Negara Singapura dengan Penuh Ambisi

Untuk menetapkan kebijakan yang efektif serta efisien akan hal ini, pemerintah Indonesia juga dapat berkaca dari negara lain yang telah berhasil menanggulangi dan menekan jumlah perokok anak di negaranya, seperti misalnya Singapura yang telah sukses untuk terus menekan jumlah perokok aktif dan menargetkan kurang dari 10 persen penduduk yang mengkonsumsi rokok.

Dalam mewujudkan hal tersebut, ada dua kunci sukses yang dapat dilakukan, yaitu dalam penerbitan peraturan dan pendidikan publik. Hal tersebut dapat terlihat dari Badan Lingkungan Nasional (NEA) yang turut meregulasi lokasi-lokasi yang bebas asap rokok, terdata bahwa ada 32 ribu titik lokasi di Singapura yang menjadi kawasan bebas asap rokok, termasuk jalan-jalan kecil dan pemukiman umum. 

Juga, negara turut serta untuk melakukan kampanye anti-merokok, dengan amat memperhatikan daya pikatnya terhadap para kaum muda. Kedua kunci yang dilakukan oleh Singapura tersebut sukses membuat Singapura menjadi salah satu negara dengan konsumen rokok terendah. 

Untuk itu, tentu kita juga harus optimis untuk dapat menekan jumlah perokok di Indonesia dengan belajar dari kebijakan yang dilakukan oleh Singapura tersebut.

"Berhenti merokok itu tak perlu menunggu hingga salah satu anggota keluarga terkena imbasnya."

Banyak di antara masyarakat dan anak-anak tidak sadar akan bahaya rokok karena dalam jangka pendek, efek dari konsumsi tersebut tidak terlihat secara langsung. 

Namun, kesadaran tersebut akan disesali dalam jangka panjang ketika rokok dapat membunuh dirinya sendiri maupun lingkungan sekitarnya yang menjadi korban sebagai perokok pasif. Mari terus bersuara dan jangan padamkan aspirasi kita untuk mewujudkan suara yang disampaikan oleh Anak Indonesia!

Referensi

[1] Admin. (2022, June 21). Paparan Asap Rokok Tingkatkan Risiko Stunting pada Anak. Genbest. https://genbest.id/articles/paparan-asap-rokok-tingkatkan-risiko-stunting-pada-anak

[2]admindkp3a. (2021, July 26). Suara Anak Indonesia Tahun 2021. Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Dan Perlindungan Anak. https://dkp3a.kaltimprov.go.id/2021/07/26/suara-anak-indonesia-tahun-2021/

[3]Agency, A. N. (2020, July 23). 12 butir Suara Anak Indonesia 2020 pada Hari Anak Nasional. ANTARA News Megapolitan. https://megapolitan.antaranews.com/berita/105938/12-butir-suara-anak-indonesia-2020-pada-hari-anak-nasional

[4]Media, K. C. (2022, November 4). Sri Mulyani: Rokok Jadi Konsumsi Kedua Terbesar Rumah Tangga Miskin Halaman all. KOMPAS.com. https://money.kompas.com/read/2022/11/04/113514826/sri-mulyani-rokok-jadi-konsumsi-kedua-terbesar-rumah-tangga-miskin?page=all

[5]Nasional, F. A. (2022, August 3). Forum Anak Nasional on Instagram. Instagram. https://www.instagram.com/p/CgzFrw4P9az/

[6]Redaksi Halodoc. (2018, September 19). Indonesia menjadi negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia menurut WHO. Halodoc; halodoc. https://www.halodoc.com/artikel/yang-terjadi-jika-anak-kecil-merokok

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun