Mohon tunggu...
Salsabilaza
Salsabilaza Mohon Tunggu... -

You can find me on my instagram: @slsblzata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemilu 2019 yang Membosankan

7 April 2018   22:33 Diperbarui: 8 April 2018   02:09 5680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Juni 2018 ini, akan ada 171 kota yang mengadakan Pemilihan Kepala Daerah. Dan di tahun selanjutnya 2019, Indonesia akan melakukan pemilihan Presiden. Maka dari itu, investor harus mengawasi politik Indonesia 2018 dan 2019 karena hasilnya dapat berdampak besar pada dunia investasi dan bisnis Indonesia.

Pebisnis dan investor diharapkan untuk mendukung Presiden Indonesia saat ini, Joko Widodo untuk masa jabatan yang kedua karena ia telah menunjukkan bahwa ia berkomitmen untuk melaksanakan reformasi struktural dalam membuat fundamental ekonomi Indonesia yang lebih kuat dan mengarah pada percepatan dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Program reformasi strukturalnya mencakup pengurangan subsidi energi, perumahan yang terjangkau bagi warga berpenghasilan rendah, deregulasi, dan lebih banyak ruang untuk investasi langsung asing. Tetapi, meskipun Jokowi sudah berkomitmen terhadap reformasi struktural, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap suram dan stagnan.

Lalu, mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak melambung tajam? Jawabannya adalah waktu. Diperlukan waktu untuk membangun infrastruktur, untuk langkah deregulasi, untuk melihat investor asing terjun ke sektor yang baru dibuka, dan lain sebagainya.

Hasil dari program reformasi 2014-2019 itu dianggap dapat dilihat dan dirasakan setelah 2018 atau 2019. Pertanyaan nya adalah: akankah Jokowi masih ada di kursi kepresidenan pada saat itu?

Jika dilihat dari hasil poling jajak pendapat pemilihan presiden di tahun 2014, sebanyak 53% responden akan memilih Jokowi dan terdapat Prabowo Subianto berada pada posisi kedua dengan 33% suara responden.

Sementara itu, hasil survei politik Indonesia tahun 2018 menunjukkan hasil serupa, yaitu Jokowi dengan 55% suara responden dan Prabowo pada posisi kedua dengan 22% suara responden.

Untuk saat ini, hanya ada dua nama tersebut yang menonjol sebagai calon presiden pada pemilihan presiden tahun 2019. Namun, ada beberapa nama calon presiden lainnya yang beredar di media Indonesia namun memiliki presentase yang kecil dari responden, yaitu Agus Harimurti, Hary Tanoesoedibjo, Anies Baswedan, Gatot Nurmantyo dan Sri Mulyani.

Jadi, untuk saat ini, pemilihan presiden 2019 kemungkinan akan menjadi perlombaan lain antara Jokowi dan Prabowo Subianto. Jokowi dengan dukungan dari PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura dan PKB, sementara Prabowo didukung oleh Gerindra, PKS dan PAN. Sedangkan partai politik lainnya tampak menunggu dan melihat kondisi politik terlebih dahulu sebelum memilih.

Terlepas dari itu semua, berkaca pada Pemilu Gubernur DKI Jakarta 2017, para ahli mulai berspekulasi untuk pemilu 2019 nanti apakah keretakan antara pemerintah dan kekuatan yang menunggangi Islam konservatif akan melebar. Karna tampaknya kelompok islam garis keras akan terus meraih suara dengan memobilisasi sentimen agama.

Dan terlebih lagi, strategi sentimen agama tersebut berhasil diterapkan dalam pemilihan gubernur Jakarta tahun lalu dengan diluncurkannya sebuah kampanye sektarian oleh kelompok islam garis keras dan mengakibatkan kegagalan untuk Gubernur Cina Kristen yang saat itu berkuasa, Basuki Tjahja Purnama (Ahok). Ahok ini adalah salah satu sekutu presiden Jokowi.

Strategi sentimen agama tersebut menyebabkan Ahok tersangkut masalah dugaan penistaan agama dan menyebabkan masyarakat muslim di Indonesia menggelar unjuk rasa serta menyerukan agar Gubernur Jakarta, Basuki Tjahja ditangkap.

Disisi lain, hal ini membawa dampak positif terhadap Anies Baswedan, seorang kandidat yang didukung oleh banyak kelompok garis keras dan koalisi paratai-partai oposisi yang terdiri dari Gerindra (Prabowo Subianto) dan Partai Keadilan dan Sejahtera Islam (PKS). sehingga hal ini menjadi salah satu faktor kemenangan dari Anies Baswedan.

Kejadian tersebut menimbulkan kekhawatiran pada kita karena ternyata kelompok garis keras ini telah masuk ke dalam politik arus utama. Kelompok ini tidak lagi menjadi elemen pinggiran terhadap pemerintahan Presiden Jokowi dengan menggunakan kebencian dan pesan yang berapi-api tentang radikalisme agama.

Kelompok tersebut sekarang sudah menemukan sekutunya yaitu Prabowo Subianto, calon kredibel yang mungkin menjadi pesaing Jokowi pada pemilihan di tahun 2019.  

Namun kasus tersebut tidak membuat Presiden Jokowi mundur. Hal ini dibuktikan langsung setelah Ahok dijatuhkan pada bulan Mei, Jokowi mengubah peraturan tentang organisasi-organisasi massa, yang membuat pemerintah lebih mudah untuk melarang kelompok yang dianggap menentang ideologi negara Pancasila dan UUD 1945 yang melindungi keanekaragaman etnoreligius.

Pemerintah juga mencabut izin Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang merupakan sebuah kelompok Islam yang memiliki tujuan mendirikan sebuah kekhalifahan. Tidak hanya itu, Jokowi juga secara efektif mengerahkan pasukannya sendiri yang didukung kuat oleh organisasi muslim moderan terbesar di Indonesia, Nadhlatul Ulama dan Muhammadiyah.

Namun, dengan tindakan pemerintah yang seperti itu, ternyata beberapa masyarakat berpendapat bahwa Jokowi telah melapaui batas. Meskipun larangan HTI disambut baik oleh masyarakat, ada kekhawatiran yang timbul di masyarakat jika pemerintah dapat membuat peraturan baru untuk meredam kelompok masyarakat sipil yang dianggap tidak bersahabat terhadap pemerintah.

Terlebih lagi, rencana Jokowi untuk menanamkan kembali Pancasila di sekolah juga telah dilihat oleh sebagian orang sebagai harking kembali ke rezim orde baru.

Dengan segala dinamikanya, langkah yang diambil oleh Jokowi untuk membendung gelombang pasang sentimen garis keras dan membatasi kemampuan kekuatan politik lawan dalam memanfaatkan sentimen tersebut telah memperkuat posisi Jokowi untuk pemilihan 2019 yang akan datang.

Selain bentuk pencegahan yang dilakukan oleh Jokowi untuk mempertahankan posisinya pada pemilu 2019, ia juga memantau suara masyarakat sementara dengan memperhatikan survei yang dilakukan oleh Alvara Research Centre yang berbasis di Jakarta pada Oktober 2017 dan menampilkan bahwa 29% dari 4.200 responden pelajar SMA dan Mahasiswa Muslim tidak akan mendukung pemimpin non-muslim jika mereka terpilih.

Sekitar 22% dalam survei yang sama mengatakan bahwa mereka mendukung pendirian peraturan pemerintah berdasarkan Syariah agama, sementara hampir 20% mendukung pembentukan khalifah Islam di Indonesia.

Dan berdasarkan survei yang yang telah dilakukan terhadap 1.200 pekerja profesional, hampir 30% mengatakan bahwa mereka tidak akan mendukung pempimpin non-muslim, sementara 28% mengatakan bahwa mereka mendukung peraturan daerah berbasis Syariah.

Jokowi harus memikirkan strategi agar masalah sentimen agama yang telah terjadi ini tidak terjadi pada dirinya di pemilihan tahun 2019 nanti. Tentu pemilihan kandidat calon wakil presiden yang tepat menjadi salah satu faktor penentu kemenangannya. Seperti yang kita tahu, bahwa Jokowi berada di bawah naungan PDIP, dimana Megawati memegang penuh kekuasaan atas PDIP.

Megawati telah mendesak Jokowi untuk memilih Budi Gunawan yang ambisius atau putrinya, yaitu Menteri Koordinator Pembangunan Manusia, Puan Maharani, sebagai pasangannya pada 2019 nanti, tetapi Jokowi dilaporkan mencari tokoh muslim terkemuka sebagai calon wakil presiden untuk melawan Prabowo, yang diharapkan dapat menggunakan taktik berbasis agama yang sama seperti saat menjatuhkan gubernur Jakarta-etnis Purnama Basuki tahun lalu.

Banyak pihak yang mengharapkan terpilihnya Jokowi untuk periode kedua agar dapat melihat hasil yang telah ditanam di masa pemerintahannya sekarang, terutama pihak yang diuntungkan di masa pemerintahan Jokowi seperti para pebisnis dan investor. 

Namun dengan melihat dinamika politik yang terjadi, kita tidak bisa memastikan apakah Jokowi akan terpilih kembali. Sebagai masyarakat, kita harus cerdas dalam melihat dan menilai situasi politik saat ini. Jadilah pemilih yang cerdas dalam pemilu 2019 nanti demi bangsa Indonesia yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun