Di Juni 2018 ini, akan ada 171 kota yang mengadakan Pemilihan Kepala Daerah. Dan di tahun selanjutnya 2019, Indonesia akan melakukan pemilihan Presiden. Maka dari itu, investor harus mengawasi politik Indonesia 2018 dan 2019 karena hasilnya dapat berdampak besar pada dunia investasi dan bisnis Indonesia.
Pebisnis dan investor diharapkan untuk mendukung Presiden Indonesia saat ini, Joko Widodo untuk masa jabatan yang kedua karena ia telah menunjukkan bahwa ia berkomitmen untuk melaksanakan reformasi struktural dalam membuat fundamental ekonomi Indonesia yang lebih kuat dan mengarah pada percepatan dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Program reformasi strukturalnya mencakup pengurangan subsidi energi, perumahan yang terjangkau bagi warga berpenghasilan rendah, deregulasi, dan lebih banyak ruang untuk investasi langsung asing. Tetapi, meskipun Jokowi sudah berkomitmen terhadap reformasi struktural, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap suram dan stagnan.
Lalu, mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak melambung tajam? Jawabannya adalah waktu. Diperlukan waktu untuk membangun infrastruktur, untuk langkah deregulasi, untuk melihat investor asing terjun ke sektor yang baru dibuka, dan lain sebagainya.
Hasil dari program reformasi 2014-2019 itu dianggap dapat dilihat dan dirasakan setelah 2018 atau 2019. Pertanyaan nya adalah: akankah Jokowi masih ada di kursi kepresidenan pada saat itu?
Jika dilihat dari hasil poling jajak pendapat pemilihan presiden di tahun 2014, sebanyak 53% responden akan memilih Jokowi dan terdapat Prabowo Subianto berada pada posisi kedua dengan 33% suara responden.
Sementara itu, hasil survei politik Indonesia tahun 2018 menunjukkan hasil serupa, yaitu Jokowi dengan 55% suara responden dan Prabowo pada posisi kedua dengan 22% suara responden.
Untuk saat ini, hanya ada dua nama tersebut yang menonjol sebagai calon presiden pada pemilihan presiden tahun 2019. Namun, ada beberapa nama calon presiden lainnya yang beredar di media Indonesia namun memiliki presentase yang kecil dari responden, yaitu Agus Harimurti, Hary Tanoesoedibjo, Anies Baswedan, Gatot Nurmantyo dan Sri Mulyani.
Jadi, untuk saat ini, pemilihan presiden 2019 kemungkinan akan menjadi perlombaan lain antara Jokowi dan Prabowo Subianto. Jokowi dengan dukungan dari PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura dan PKB, sementara Prabowo didukung oleh Gerindra, PKS dan PAN. Sedangkan partai politik lainnya tampak menunggu dan melihat kondisi politik terlebih dahulu sebelum memilih.
Terlepas dari itu semua, berkaca pada Pemilu Gubernur DKI Jakarta 2017, para ahli mulai berspekulasi untuk pemilu 2019 nanti apakah keretakan antara pemerintah dan kekuatan yang menunggangi Islam konservatif akan melebar. Karna tampaknya kelompok islam garis keras akan terus meraih suara dengan memobilisasi sentimen agama.
Dan terlebih lagi, strategi sentimen agama tersebut berhasil diterapkan dalam pemilihan gubernur Jakarta tahun lalu dengan diluncurkannya sebuah kampanye sektarian oleh kelompok islam garis keras dan mengakibatkan kegagalan untuk Gubernur Cina Kristen yang saat itu berkuasa, Basuki Tjahja Purnama (Ahok). Ahok ini adalah salah satu sekutu presiden Jokowi.