"Begitukah, sungguh tanpa aku di sisihmu kau tidak kehilangan. Betapa teganya dikau?"
"Nyebelin sih. Nggak pernah muji istrinya. Dosa tahu mas, emang dia disanjung dia yang nyuciin bajumu, dia dibaik-baikin emang dia yang menemin bokokmu nggak kan mas, tapi aku. Pujilah istri! Kata ustad istri itu perhiasan harus disanjung di tempatkan derajat yang tinggi mas," ia minta pengertian.
"Kalau untuk kepentingan dirimu membawa-bawa ustadzah, kalau untuk kepentingan aku, ilmu ustadzah disimpan perimpan di laci nggak dibuka-buka," oloknya
"Hehehe, ciiuum," Tilla manja.
Ia pun bergegas kegirangan dan mendekati "Sini siap!"
"Nggak jadi, ralat kita lagi marahan kok," Sumintilla melengos.
"Kita? Kamu tuh yang cepat marah kaya putri malu, kena apa-apa layu, kena angin layu. Jangan-jangan berengutmu ini juga kena angin kan?"
"Nggak 100 persen."
"Gini Tilla, mas kan sudah wanti-wanti kalau gomong sama yang lebih tua sopan, jangan sembrono. Berarti benar kan omonganku, hasil ngajimu nggak dipakai, Ingat kata ustadzah, seorang istri gampang mah kalau mau cari surga. Cukup berbakti saja pada suami sudah garansi tuh surga. Kalau songong sia-sia ibadahmu selama ini beib!" Kartonadi nyerocos.
"Massss..." Sumintilla menjerit minta perhatian seksama.
"Ya..ya..beib ada apa?" Karto agak kaget oleh lengkingannya.