Bukan Sekedar titik kulminasi.
Seperti tikus tikus got kini rakyat berjalan
Melirik lirik menunggu sesuatu terjatuh
Berharap ada yang bisa dimakan..
Kemarahan menjadi sedikit representasi dari kekecewaan.
Ini bukan lagi soal rasa yang disajikan dalam bentuk dialegtis.
Namun siapa yang akan membantu rakyat?
Langkah kita sudah terlalu jauh dari rumah.
Tapi rakyat selalu saja disuruh berharap ?!!
Tunggu! Siapa yang rakyat bisa harapkan?
Atau coba berputar balik?
Ah...ini bukan sebuah perayaan hari baik.
Apa ada tingkat keakuratan soal keadilan atau kebajikan?
Bukankah jatuh seperti dimodifikasi kemudian disesuaikan?
Jangan jangan tentang adil masih harus melalui ujicoba?
Atau harus melalui serangkaian evaluasi?
Orang-orang hampir mati
Tapi adil masih saja diperbincangkan sebagai soal akurasi.
Eh,jangan jangan yang memimpin masih cari sempel untuk dijadikan kelinci.
Mungkin dipikirnya sebagai sebuah solusi.
Heh pemimpin negeri!
Tolong ini bukan sekedar titik kulminasi atau kombinasi antara yg dipimpin dengan yang memimpin.
Ini lebih dari itu.
Jatuh jatuhnya negeri ini sudah seperti terkena penyakit komplikasi.
Kompleks dengan kebobrokan yang terjadi.
Yang baik-baik sepertinya ingin disapu bersih.
Rakyatnya diberi janji setiap hari.
Sebagai obat tak kasat, yang akan membunuh perlahan.
Ini negara iritasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H