Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Ritual-Formalitas, Semoga Terpilih Pemimpin Amanah

27 November 2024   10:45 Diperbarui: 27 November 2024   11:25 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lahan basah, RMMBP

Kelompok pecinta kekuasaan ini, selalu menghalalkan segala cara demi kekuasaan dan tahtanya direbut, sebab selama ini, "mereka" tahu bahwa "wilayah" ini adalah "lahan basah".

"Lahan basah" ini harus dapat mereka rebut dan kuasai demi kesejahteraan dan kemakmuran "mereka" sediri, dengan mengatasnamakan untuk kepentingan rakyat. Tetapi "mereka" pun tahu, rakyat yang masih miskin-menderita-belum berpendidikan (RMMBP), adalah kran suara dan basis kemenangan. Lalu "diapakan RMMBP ini?

Cukup dengan "sembako" dari uang rakyat, tapi atas nama mereka. Cukup dengan "selembar rupiah sekadarnya". Pun dari uang rakyat. Sudah membuat RMMBP, takluk, bersyukur, berterima kasih, utang budi. RMMBP akan terhipnotis ada pahlawan, ada orang baik, dll.

Maka, saat ke TPS, akan sangat mudah mencoblos yang diangap sudah menjadi pahlawan bagi RMMBP ini.

Cuci otak dan hati

Tidak sulit bukan? Selama ini, dari Pilpres hingga Pilkada, cara "cuci otak dan hati" kepada RMMBP, jarang gagal. Dan, mungkin, demi kepentingan kekuasaan ini, "mereka" tetap berupaya membuat program pendidikan Indonesia tetap terpuruk. Kuncinya, ujung tombaknya bernama guru terus dibikin "menderita" agar rakyat tetap "bodoh".

Sampai ada rakyat bodoh yang membuat quote, "Guru memang bukan orang hebat. Tetapi semua orang hebat adalah berkat jasa seorang guru". Mutahilkan? Lahir orang hebat bila gurunya tidak hebat?

Kembali ke hajatan demokrasi. Demi kursi presiden, parlemen, hingga gubernur, bupati/walikota, rakyat +62 yang sudah dalam taraf cerdas sudah banyak diungkap bahwa mereka lebih menganggap hajatan demokrasi ini hanyalah kegiatan ritual, formalitas.

Cawe-cawe memalukan

Lebih miris, dalam Pilkada serentak kali ini, maaf, bahkan seorang mantan presiden dan presiden yang baru menjabat, tetap "merendahkan dirinya" ikut turun gunung secara terbuka dan terang-terangan, ikut cawe-cawe. Memalukan!

Padahal jabatan presiden itu, seharusnya diemban oleh sosok yang kapasitasnya negarawan. Jujur, sebagai rakyat jelata, melihat fakta ini, sangat prihatin. Peristiwa yang sebelumnya, bahkan sosok seorang presiden sampai dianggap mengabaikan etika dan moral karena kepentingan kekuasaan demi dinasti tetap bertahta.

Setelah lengser, yang janjinya mau momong cucu, malah menjilat janjinya sendiri. Ikutan turun ke jalan cawe-cawe dalam Pilkada. Pun presiden yang baru menjabat, setali tiga uang, tidak memikirkan bahwa "mata" rakyat melihatnya. Mereka tidak mengindahkan aturan. Malah seolah pamer kekuatan agar RMMBP, tergerak hati kepada pilihan yang didukung oleh sosok yang sudah berbaik hati. Miris. Sedih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun