Atas kondisi itu, maka tidak salah bila rakyat yang sudah dalam taraf cerdas, hanya menganggap Pilkada sebagai sekadar ritual, formalitas demokrasi. Prosesnya juga selalu ada TSM, KKN, skenario, penyutradaraan yang menjadi program unggulan "mereka" demi tahta, jabatan, kekuasaan, tetap dalam genggaman "mereka" sampai ke dinasti anak cucunya.
Hajatan demokrasi yang "mahal", sekadar ritual dan formalitas, untuk kepentingan dan keuntungan siapa? Pakai anggaran siapa?
"Mereka" terus seperti semut di atas gula. Membuat skenario dan penyutradaraan sendiri. Membuat dan menciptakan masalah dan persoalan sendiri. Saat kepepet sahabatnya korupsi. Lengkap, deh.
Semoga, Pilkada serentak 27 November 2024, tidak termasuk dalam hal-hal yang saya bicarakan di atas. Semoga, meski tetap sebagai hajatan ritual dan formalitas, kepala daerah yang terpilih, adalah manusia yang amanah. Membawa kemaslahatan bagi rakyat. Tidak meneladani "mereka" yang terus membodohi RMMBP, agar otak dan hatinya merasa berutang budi. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H