Apa yang disampaikan Drost adalah fakta, pasalnya saat tahun 1987, di kelas kuliah saya, ada beberapa mahasiswa/i yang berasal dari negera tetangga, dibiayai oleh negaranya untuk belajar kepada Indonesia.
Bagaimana kondisi pendidikan Indonesia terkini, 2024? Setelah 29 tahun sejak seminar 1995? Apakah pendidikan Indonesia mampu mengejar ketertinggalannya dari negara lain. Semisal dari negara tetangga Asia Tenggara, khusus yang berkaitan dengan kinerja otak?
Hasil penelitian Program for International Student Assessment (PISA) 2022 yang diumumkan pada 5 Desember 2023, Indonesia masih berada di peringkat 68 dari 81 negara, peringkat buncit dari negara Asia Tenggara, dengan skor; matematika (379), sains (398), dan membaca (371).
Hasil tersebut membuktikan, terkait kecerdasan otak, Indonesia masih tercecer.
Kecerdasan otak (IQ)
Untuk memastikan seseorang cerdas otak, selain dapat dilihat dari ciri-cirinya adalah meggunakan tes intelligent quotient (IQ), maka akan didapatkan hasil pengukuran dari kecerdasan kristal, yaitu kecerdasan yang terbentuk atas proses pembelajaran dan pengalaman hidup.
Karenanya, IQ akan menggambarkan kemampuan seseorang dalam berpikir, mengolah, menguasai lingkungan, dan bertindak secara terarah. Sebab, IQ memiliki kaitan yang erat dengan pemecahan masalah logika, matematis, dan strategis. Dan, faktor genetik memiliki peran yang besar dalam pembentukan IQ.
Itulah sebabnya, tingkat kecerdasan IQ seseorang tidak jauh berbeda ketika masih kecil hingga dewasa. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya hal-hal lain yang memengaruhi tingkat kecerdasan intelektual seseorang berkembang, karena pengaruh lingkungan dan ilmu pengetahuan yang didapat selama proses akademik (belajar formal di sekolah/kuliah.
Bagaimana dengan orang yang mendapat pengaruh buruk dari lingkungan dan tidak mendapat asupan ilmu pengetahuan yang didapat dari proses akademik? Inilah yang selama ini menjadi pekerjaan rumah (PR) besar pemimpin negeri ini. Tetapi jelang 79 tahun Indonesia merdeka, pendidikan yang seharusnya mencerdaskan manusia, hingga otaknya menjadi murah karena dipakai untuk berpikir, bekerja, kritis, kreatif, inovatif, dan lainnya, masih sekadar harapan.
Lihatlah, betapa para pemimpin di negeri ini, hanya sibuk mengurus kepentingan diri, keluarga, dinasti, kroni, kelompok, golongan, partai, oligarki, hingga cukongnya, untuk jabatan, kedudukan, kekuasaan, hingga bancakan uang rakyat, Â bukan amanah untuk rakyat.
Atas kondisi ini, orang-orang Indonesia pun dapat di petakan kecerdasan otaknya (IQ), kecerdasan emosinya (EQ), dan kecerdasan spiritualnya (SQ). Lalu, dapat diketahui, mengapa otak orang Indonesia itu mahal.