Dokter : "Masalahnya otak orang Amerika dan Jepang sudah terlalu sering dipakai, sedangkan otak orang Indonesia jarang dipakai, jadi dijamin lebih original !"
Otak orang +62 mahal
Mengapa tentang otak orang Indonesia sampai menjadi bahan candaan, tentu ada sebabnya, ada latar belakangnya.
Pada tahun 1995, saya mengikuti seminar pendidikan tentang otak di salah satu Kampus ternama di Jakarta. Bahkan "Makalah Seminar tentang Otak" itu, masih tersimpan di lemari perpustakaan saya hingga saat ini. Secara umum, seminar membahas tentang keberadaan dan fungsi otak manusia dari A sampai Z.
Salah satu pembicara, ternyata menyampaikan perihal otak orang Indonesia mahal. Dia adalah Peter Drost. Peter Drost, lengkapnya Drs. Josephus Ignatius Gerardus Maria Drost S.J. (Lahir 1 Agustus 1925 -- Meninggal, 19 Februari 2005). Akrab dipanggil Pater Drost adalah salah satu tokoh pendidik dan pembelajar yang banyak memberikan sumbangan pemikiran dalam pembaharuan dunia pendidikan Indonesia. Pemikirannya selalu segar dan bermakna demi kemajuan pendidikan Indonesia.
Dalam seminar, dengan makalahnya, Drost membeberkan tentang betapa vitalnya fungsi otak (kanan dan kiri) bagi kehidupan manusia. Drost pun mengungkap fakta berdasarkan hasil beberapa penelitian, menyimpulkan bahwa otak orang Indonesia jarang digunakan, sehingga masih mulus, putih.
Karenanya, saat itu, Drost menyebut bahwa otak orang Indonesia, bila dijual harganya mahal dibandingkan dengan otak dari orang-orang di negara lain.
Selanjutnya Drost pun memberikan kesimpulan dari hasil penelitian bahwa Indonesia saat itu dalam berbagai hal, terutama di bidang pendidikan, tertinggal 10 tahun dari negara lain. Saat itu tahun 1995, ambil contoh semisal dibandingkan dengan negara Jerman, karena tertinggal 10 tahun, maka pendidikan Indonesia masih berkutat di pencapaian terpuruk, walau pun sudah tahun 1995, pendidikan di Indonesia masih sama dengan tahun 1985, sementara Jerman 10 tahun lebih maju.
Lebih parah, dalam setiap tahun, negara lain percepatan kemajuan pendidikannya dalam setahun bisa 2-3 tahun lebih maju. Tetapi Indonesia, dalam setahun berkutat di situ-situ saja. Seperti aroma bau kentut di ruangan ber-AC.
Bila Jerman saat itu sudah meninggalkan Indonesia 10 tahun lebih maju, maka saat Indonesia mengejar Jerman, karena dalam setahun mereka lebih cepat 2-3 tahun. Maka, butuh berapa tahun Indonesia mengejarnya?
Drost pun mengungkap, beberapa negara tetangga di Asia Tenggara, awalnya menjadikan Indonesia untuk tujuan belajar rakyat mereka. Tetapi pada akhirnya, malah terbalik, Indonesia kini belajar kepada negara tetangga.