Jawabnya, tentu hati nurani yang terdidik dengan benar dan baik, akan melangkah (mencoblos) dengan latar belakang hati nurani retrospekktif dan prospektif.
Tetapi hati nurani yang belum terdidik dengan benar dan baik, karena itu memang diskenario untuk kepentingan politik, maka akan mencoblos berdasarkan hati nurani merasa bersalah dan tidak mau menentang.
Ini terlepas dari persoalan pemikiran bahwa sejatinya Pemilu sudah diskenario, disutradari oleh pihak tertentu. Sudah ditentukan siapa pemenangnya.
Jadi, bicara menyoal mencoblos dengan hati nurani, itu tak lebih dari sekadar slogan agar nampak Pemilu bermoral dan beretika.
Ayo! Siapa yang akan mencoblos karena hati nuraninya sudah dibuat merasa bersalah dan tidak boleh menentang? Siapa yang akan mencoblos karena hati nuraninya terdidik, hati nuraninya retrospektif dan hati nuraninya prospektif? Kalau pemenang Pemilu sudah ditentukan, masih perlu-kah mencoblos?
(Supartono JW.13022024)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H