Semakin mengkerdilkan pikiran dan hatinya, karena menurut saya, PONPIN fungsi utamanya untuk bermain game bagi anak-anak hingga orang dewasa. Para orang tua pun malah terkesan membimbing anak-anak bermain game. Hingga lupa waktu, makan, minum, bersosialisasi, berkekeluargaan, dll.
Padahal Kurikulum Merdeka Belajar, sangat mengandalkan alat digital ini demi menunjang keberlangsungan programnya, sebab PONPIN dapat menjadi kendaraan untuk menjelajah "Dunia". Dunia betulan, dunia agama, dunia individu, dunia ilmu, dunia pengetahuan, dunia seni dan budaya, dunia sosial, dunia masyarakat, dunia kekeluargaan, dan dunia-dunia lainnya.
Menghargai keberadaan smartphone/ponpin dengan pikiran dan hati
Senin pagi (12/6/2023) usai Salat Subuh, saya memeriksa PONPIN saya. Setelah memeriksa, seperti biasa, banyak pesan di WhatsApp (wa), juga ada pesan Instagram, di Facebook, Twitter, Line, Linkind, sampai Email. Biasanya, pesan-pesan yang masuk sudah saya baca dan saya respon langsung begitu pesan saya terima. Langsung saya baca. Langsung saya respon, meski pesan masuk hingga dini hari.
Namun, di hari Minggu (11/6/2023) sejak usai Salat Subuh hingga malam hari, saya melakukan aktivitas hari Minggu yang penuh. Kegiatan yang dirancang berurut hingga sampai malam hari. Akibatnya, demi melepas lelah, saya sudah dapat istirahat tidur pukul 23.00 WIB. Semua pesan masuk ke perangkat media sosial (medsos) saya pun, tidak lagi dapat saya baca atau respon.
Baru Senin pagi, semua pesan yang masuk baru saya baca, langsung saya sikapi, sebagai bentuk dari rasa syukur bahwa berkat kehadiran PONPIN yang mengiringi perkembangan zaman ini, komunikasi manusia menjadi sangat mudah. Dengan PONPIN ini, saya jadi sangat mudah untuk mencari dan berbagai ilmu pengetahuan, pengalaman, dan lainnya. Dan, atas hadirnya PONPIN ini, saya sangat bersyukur. Mengapa saya bersyukur? Jawabnya, berikut saya identifikasi:
Pertama, tidak ada sekolahannya
Saya sedih, ternyata bagi sebagian besar masyarakat kita, dari anak kecil hingga orang dewasa, PONPIN yang mereka miliki, khususnya fitur aplikasi seperti wa menjadi tidak penting, bahkan seolah tidak berfungsi. Pasalnya, PONPIN justru menjadi sarana mematikan rasa kemanusiaan mereka. Ada aplikasi wa di dalam PONPIN.Â
Lalu, setiap masyarakat kita mulai dari anak hingga orang tua juga rata-rata memiliki komunitas Grup Wa. Namun, sebab pendidikan FORMAL tentang etika dan fungsi penggunaan PONPIN tidak pernah ada, masyarakat secara otodidak langsung seperti terbawa air bah, terseret arus di dalamnya. Maka, merespon pesan wa yang masuk ke kotak pesan wa pribadi saja, si pengirim pesan wa dibuat harus menunggu lama.
Kedua, mati pikiran dan hati
Bahkan, banyak masyarakat yang tidak mengaktifkan data di PONPINnya, sehingga pesan wa yang masuk pun, dibaca oleh pengirimnya terus dalam cek list satu.Â