Mohon tunggu...
Siwi W. Hadiprajitno
Siwi W. Hadiprajitno Mohon Tunggu... Freelancer - Pewarta Penjaga Heritage Nusantara.

Energy can neither be created nor destroyed; rather, it can only be transformed or transferred from one form to another.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Berjumpa Enam Simbol Sumba di Adiwastra Nusantara

24 Maret 2019   09:19 Diperbarui: 24 Maret 2019   11:03 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tenun Ikat Rende Sumba Timur (Koleksi Pribadi)

Kurangu atau udang, dari beberapa sumber yang saya terima sebelumnya melambangkan kepercayaan leluhur Sumba tentang kehidupan berkelanjutan atau keabadian dan  reinkarnasi. Bahwa jiwa itu abadi. Ada ungkapan Sumba tentang udang yaitu "Kurra hillu jullu", artinya udang tak pernah mati, hanya berganti kulit. 

Arti lainnya adalah dibalik kematian ada kehidupan baru maupun pengharapan akan hidup yang kekal serta pengharapan akan kehidupan yang berbeda dari kehidupan yang sekarang. Bang Adhy menambahkan, Kurangu juga melambangkan kebersamaan. Hal ini berarti semua permasalahan yang timbul diselesaikan dan dimusyawarahkan secara bersama-sama. Udang  pada umumnya jalan berkelompok, tidak mungkin berjalan sendiri-sendiri. 

Lambang gambar manusia dengan semacam capit berpentuk U ternyata melambangkan tentang kepercayaan Marapu. Capit berbentuk U melambangkan peristiwa sunat.  Kak Echa menceritakan bahwa kepercayaan Marapu menganjurkan untuk sunat bagi lelaki sebagai lambang dari kebersihan dan kesehatan. 

Saya pun spontan berkomentar, "Wah seperti ajaran Ibrahim".

Kak Echa membenarkan, dan ia juga melihat adanya semacam intersection antara Islam dengan kepercayaan Marapu. Ia bahkan berkisah bahwa dalam salah satu doa atau perkataan sakral Marapu, disebut-sebut sesuatu yang bisa dianalogikan dengan Ka'bah dalam simbolisasi mikronya, yaitu hajar aswad atau 'batu hitam'. Sesuatu itu adalah 'watu mitting', artinya batu hitam. 

Beberapa riwayat tutur juga mengatakan tentang deskripsi Ilahiah yang  dianalogikan dengan Yang Maha Melihat, Yang Maha Mendengar, digambarkan dengan uraian kata 'besar mata dan lebar telinga'. Tepatnya, Na Mabokulu Wua Matana- Na Mambalaru Kahiluna, Yang Besar Biji Matanya-Yang Lebar Telinganya. 

Sementara Bang Adhy menambahkan bahwa lambang manusia dalam Marapu adalah kepolosan.

Motif rumah adat Sumba Timur diletakkan di posisi paling bawah/dasar kain. Rumah adat Sumba Timur memiliki bentuk yang khas, yaitu mengerucut atau lancip semakin kecil ke atas dan rata-rata memiliki tiga bagian yaitu bagian atas, tengah dan bawah. 

Rumah adat juga memiliki fungsi yang berbeda, diantaranya adalah rumah tempat persemayaman jenazah, rumah ritual cukur anak Raja yang baru lahir, dan rumah tempat minum kopi.

Ah. Indah sekaliii.

Di booth 31 itu, ada banyak sekali sarung Sumba untuk perempuan (lau) yang semuanya indah. Ada yang bermotif tanaman, sirih pinang, dan ornamen-ornamen khas Sumba lain yang halus pengerjaannya seharga Rp 10 juta. Ada pula sarung Sumba buatan Hanggongu, Pria Unik dari desa Melolo yang selalu bikin motif spektakuler. Sarung berpewarna alam yang dibuat lebih dari 1 tahun bermotif laba-laba dan ragam hiasan lain yang detil dan rumit itu saaaaangat halus buatannya. Indaahhh bangett. Namun buat kantong saya, harga itu 'tidak berjodoh'. Banderolnya Rp 20 juta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun