Bukan karena 'kupu-kupu' itu, plus segala penampakan mereka beserta secuil drama kehidupan mereka yang kadang bisa kita saksikan dari warung tenda Ali, maka Indomie Ali ternobatkan (oleh saya) jadi Indomie terenak sedunia, bukan. Sesungguhnya, banyak sekali yang bilang Indomie Ali is the best. Saya nggak bisa menceritakannya satu-per satu saking banyaknya. Bahkan saya pernah nggak sengaja melihat sebuah Alphard putih berhenti di seberang warung Ali. Ternyata di dalamnya ada istri salah satu dirut BUMN negeri ini ditemani menantunya sedang asyik menikmati Indomie Ali.Â
"Indomie Pak Ali ini enak, mbak Siwi. Beda lho kalau saya bikin sendiri," kata Ibu yang cantik itu.
Suatu ketika, saat sedang perlu minum teh jahe hangat di warung Ali, saya kaget ketemu salah satu partner kerja yang mengerjakan liputan video sedang nongkrong di bangku panjang. Kalau nggak salah, kantornya nggak di sekitar daerah sini. Tapi memang, jenis pekerjaan membuatnya 'berkelana'. Sampai terjadi dialog tentang warung Ali.
"Saya tuh sering lho mbak, mampir ke sini. Bukan apa-apa, saya sering kangen sama Indomie bikinan Bang Ali"
Baru beberapa hari lalu, seorang abang pengemudi Gojek ngomel-ngomel di depan saya dan Ali. Katanya Ali dicari susah, kelamaan 'cuti' pulang kampung sampai dia harus beralih ke warung Indomie yang lain, yang rasa masakannya beda. Nggak seenak bikinan Ali. Udah gitu harganya mahal. Â Â Â Â Â
Ali, 56 tahun, Bapak dari banyak anak. Saya nggak tahu tepatnya berapa. Saya juga nggak tahu nama lengkap Ali siapa. Tapi yang kami tahu, setiap bulan dia pulang ke kampungnya di Kebumen. Di saat-saat dia lagi 'libur' begitu, kami merasa kehilangan kehadiran gerobak dorong dan tendanya. Saat saya desak resep bikin Indomie enaknya gimana, dia hanya bilang dalam bahasa Indonesia dengan logat ngapak-ngapak yang kental,
"Bikinnya ya biasa aja. Masak air sampai mendidih. Cemplungin. Dikasih sawi ijo. Cabenya diiris-iris. Cemplungin. Telurnya dimasukin. Udah. Gitu aja ..... jadi."
Saya diam, nyimak.
"Trus sambil bilang dalam hati, Allahuma Sholi ala Muhammad. Gituu."
Sambung Ali dengan nada yang jauh sekali dari ekspresi serius. Justru terdengar sangat jenaka.
"Tangan yang dipake masaknya harus sering kena air wudlu".