***
Keesokan harinya, Ibu Rosy telah selesai menggali banyak informasi dari teman kuliah Sinta. Istri Tino itu sangat kooperatif membantu Ibu Rosy. Selain dia sendiri menceritakan hal-hal yang dia ketahui, dia juga memberikan nomor HP Dewi, temannya yang di Lampung.
Ibu Rosy yang memiliki UKM (usaha kecil dan menengah) dan selama ini membuang banyak minyak sisa menggoreng, segera melakukan rapat dengan asisten dan semua karyawannya. Mereka berencana tidak hanya UKM mereka saja yang mengumpulkan jelantah, tetapi juga UKM lain.
"Alhamdulillah ajakan saya ini mendapatkan sambutan sangat baik dari banyak pihak, Ella." Ibu Rosy segera menceritakan semua hal tersebut pada Daniella.
"Ibu, boleh saya ikut membantu ya Bu?" tanya Ella penuh harap.
"Tentu saja Ella, bahkan kalau mau, ajaklah teman-teman sekolahmu untuk ikut menabung jelantah. Tapi kamu harus rajin mencatat beratnya jika mereka ingin dapat uangnya juga. Kecuali yang sukarela hanya ingin memberi sedekah jelantah." tegas Ibu Rosy sembari menepuk-nepuk pundak Ella.
***
Daniella semakin giat membantu Ibu Rosy. Dia menyebarkan brosur-brosur untuk menabung jelantah. Tidak hanya ke UKM dan sekolah-sekolah, dia bahkan berani mengajak ibu-ibu PKK untuk ikut berpartisipasi. Dalam waktu 4 bulan, dia mampu mengumpulkan jelantah hingga 2 ton sehingga mereka meraih bonus. Yaitu bisa mendapatkan harga khusus pengepul, 12.000 rupiah per kg jelantah.Â
Dia mengumpulkan jelantahnya kepada Bapak Fiki Aswandi di Lampung, yang kemudian mengirimnya lagi ke Jakarta  untuk kemudian diekspor ke Eropa. Daniella memang dipercaya oleh Ibu Rosy untuk berkomunikasi langsung dengan bos pengepul itu.
"Semua ini berkat aku ya!" seru Aden berapi-api. Dia memang bertugas membantu mengantar Ella ke tempat-tempat yang menurutnya akan berkenan menjadi pengumpul jelantah.