Tiba-tiba dia keluar kamar, tengok kiri-kanan dan mengunci pintu.
“Put, aku tadi kan radak lama didapur, lihat mbak Murni masak. Tante Kamti pergi dengan sopir dan oom Darko.”
Dia melihat lagi lewat jendela kehalaman depan “Ada apa sih kamu ini ?”
“Kamu tahu, .. tante Kamti mengambil dua orang penjaga malam “ katanya , aku heran, kurang mengerti , kupandangi dia
“Aneh, kan dia lagi seret duit, kok ngambil lagi orang bayaran, … untuk apa ?”
Ria minum lagi dan mengunyah macaroni schotel, dipandangnya aku
“Dia bilang katanya non Puteri itu anaknya orang kaya, dulu itu mau dirampok, malam-malam , untung bisa lepas.”
“Lho dia cerita gitu ?” Ria mengangguk.
Tiba-tiba dia ngakak, tertawa geli, batuk-batuk, hampir tersedak
“Sejak kapan papahmu jadi kompeni, sehingga kamu minta dipanggil nonik Puteri ?”
“Aku tidak pernah minta dipanggil gitu kok, … ada-ada aja.”
Tapi aku juga terpaksa ikut tertawa, pikir-pikir kesambet dimana ya dia tadi ?
“Gini lho ceritanya, waktu aku di dapur tadi – salah satu dari penjaga malam itu minta kopi. Kaget lihat aku, mungkin dikira kamu, terus bilang - Non Puteri ya ?”
“Wuih orangnya serem, itu tante Kamti ngambilnya pasti dari * manusia masa lalu *, kale ya ?”
“Terus kamu gimana ?”
“Ya bilang, aku temannya non Puteri, namaku Ria.” Kembali dia tertawa.