“Panglima Panji, …” Kata Warsih perlahan sambil menoleh padaku.
Akupun ikut mengintip bersama Warsih, pandangan mata ini terhalang, aku tidak bisa melihat siapa yang berteriak-teriak itu.
“Buka pintu besar, masukkan Rete kedalam “ teriaknya kasar dan keras
“Dengar pangeran sialan, … hahaha …lihat panglimamu yang tua dan goblok ini bakal jadi santapan Rete – keluar engkau dan menyembah padaku.” dia berteriak-teriak seperti orang yang kehilangan akal.
“Aku puteri raja besar, beruntung aku menyukai engkau – tunanganmu perempuan tidak jelas – dan aku lebih cantik dari Puteri Puspita itu, dengaaar.” dia menjerit lagi
Beberapa orang datang dan menyeret seseorang, kelihatan ada beberapa bercak darah di tubuhnya “Paman Panji, ..” Kuning berbisik
Paman Panji adalah panglima sepuh Galuga, kesetiaannya pada istana tidak di ragukan lagi. Kalau berjalan agak menyeret karena kakinya pernah terluka dalam pertempuran. Ditugaskan menjadi pengawal pribadi pangeran Biru oleh Nyai Gandhes.
Kulihat paman dihadapkan pada wanita yang berteriak-teriak itu, dan dia tetap berdiri dihadapannya.
“Bersimpuh jika berhadapan dengan aku.” Teriaknya dan kepala paman dihantam oleh seseorang, hingga paman terduduk, baginda Narendra ?
Terdengar pintu berat dibuka, aku terperangah
Seekor buaya besar melenggang melewati pintu penghubung dan berdebur masuk kedalam kolam ditengah istana itu
“Dengar pengeran sialan, kalau engkau tidak mau keluar, panglima kesayanganmu itu aku lemparkan kemuka Rete …. Hehehehe.”
“Kamu dengar, Rete sudah kelaparan, …pangerannn.” Dia menjerit lagi.
Aku memandang puteri Kuning dan Warsih
“Kuning, engkau cari yang lain, suruh ketengah istana semua.” Kataku pada Kuning , juga kuperintahkan beberapa senapati mengawal dia.