Mohon tunggu...
Siti Swandari
Siti Swandari Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

terbuka, ingin bersahabat dengan siapapun dan dimana saja,with heartfelt wishes. gemini, universitair, suka baca, nulis , pemerhati masalah sosial dan ingin bumi ini tetap nyaman dan indah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Darah Biru yang Terluka ( 64 )

10 Maret 2015   15:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:51 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1425976136690166683

[caption id="attachment_372340" align="aligncenter" width="390" caption="Sumbrt Gambar: mutiarasukma.net"][/caption]

Bagian ke Enam Puluh Empat :  MEMBURU  CINTA   SANG  PANGERAN  (2)

Aku memandang sekitar, semuanya kehujanan, puteri Kuning  tampak  juga basah kuyup.
Panglima Wulung dan beberapa senapati yang mengawalnya segera mendekati, untuk memberi peneduh, tetapi malah di suruhnya pergi

Puteri Kuning rupanya juga menikmati guyuran hujan yang deras dan berbasah-basah seperti itu.
“Kuning, engkau kesini ?” dia tersenyum, membasuh mukanya yang kuyup dan tampak sedikit kedinginan.

“Aku malah bingung dan gelisah Puteri di istana. Aku mohon ijin Nyai Gandhes dan beliau mengijinkan aku pergi.”

“Bagaimana keadaan Nyai, apa sudah sembuh ?” Kuning mengangguk
“Sudah sehat, rencananya akan menyusul bersama Nini Sedah., paman Rahasta dan yang lain.” Kata Kuning.

“Lalu siapa yang menjaga istana ?”
“Ada paman Maruta dan jawara yang lain. Senapati dan Prajurit paman Rahasta juga banyak yang ditugaskan di sana, membantu prajurit istana.”

Kulihat kemudian paman Andaga dan panglima Lasmi bersama pasukannya menyebar kearah kanan dan kiri istana itu.

Kita kemudian  terus berjalan dan didepan kelihatan pintu gerbang yang amat besar megah, terlihat samar karena diguyur hujan lebat.

Dan disekeliling pintu gerbang itu banyak prajurit Kemayang dengan senjata lengkap berjaga-jaga di pos penjagaan yang tersedia
Ada satu dua yang bercanda, tidak merasa bahaya yang sudah demikian dekat, mungkin karena lebat dan guyuran hujan serta halilintar yang begitu dahsyat.

Panglima Dargo memberi tanda, mengangkat tangannya dan kita berhenti semua.
Panglima Dargo dengan ketiga jawara sepuh kemudian bersimpuh dan melakukan ritual, seperti menyebarkan sesuatu kesekitar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun