Tombak yang melayang aku tangkap, kemudian melihat apa yang terjadi dibelakangku
Kilatan pedang paman Maruta masih bergetar, darah masih berceceran.
Samdera Laksa limbung dan badannya bersimbah darah, terlihat juga banyak panah yang menancap ditubuhnya di bidik para senapati panah dari Galuga.
“Dasar cecunguk, pengecut, …dia mau menyerang dari belakang Puteri.”
Kata paman Maruta dengan geram, wajahnya masih kelihatan garang.
“Terima kasih paman Maruta dan semua senapati,…” aku berseru
Aku kemudian berjalan kedepan istana diiringi Nini Sedah dan paman Maruta, Nyai Gandhes memeluk aku.
“Terima kasih Nyai.” Aku berbisik lirih, aku tahu pasti di saat terakhir tadi, Nyai Gandhes membantuku dengan tenaga dalamnya, sehingga Samudera Laksa waktu kutendang bisa terhempas jatuh bergulingan.
Nyai Gandhes hanya tersenyum saja.
Puteri Kuning, pangeran Biru segera memeluk aku, kubalas pelukan mereka erat juga.
“Puteri, sebaiknya puteri istirahat dahulu di kamar. Biar ditunggu oleh puteri Kuning --- pangeran Biru disini dahulu “ kata Nyai Gandhes pada pangeran yang akan ikut aku dan Kuning masuk kedalam istana.
Nyai Gandhes melerai semua ponggawa yang mau mengurung dan menyerang prajurit Kemayang yang kelihatan kebingungan.
Seorang senapat perempuan Kemayang menghadap Nyai Gandhes dan nyai mengiyakan permintaannya.
Aku melihat prajurit Kemayang membawa Samudera Laksa berderap kekapal perang Kemayang yang sandar di pelabuhan Galuga
Pasukan Galuga segera di siapkan, paman Maruta langsung lari ke pasukan dari Barat dibawah pimpinannya dan tampak memberi perintah.