“Sebaiknya Puteri dan Kuning istirahat saja dikamar, kalau ada sesuatu yang terjadi, nanti biar senapati Mayang yang menyampaikan kekamar.”
Aku lihat Nyai Gandhes kemudian masih berbincang dengan beberapa panglima dan para empu sepuh di depan istana.
Kuning dan aku segera berjalan kekamar, aku langsung mandi membersihkan diri dan berganti baju.
Dimeja tersedia beberapa hidangan dan minuman, juga jamu, yang pasti dibuat oleh Aki dan Nini Sedah untukku dan Kuning.
Meminum beberapa jamu yang tersedia dan aku langsung meloncat ketempat tidur. Kuning menata bantal dan guling kita dan aku langsung menjatuhkan diri di bantal yang empuk dan merangkul guling.
“Untung paman Maruta masih bisa diselamatkan, engkau tadi cepat bertindak Puteri.” Aku hanya mengangguk
“Paman Maruta itu memang sifatnya tidak sabaran, seharusnya beliau menunggu paman Rahasta dan paman Andaga.”
“Untung baginda Kelana belum turun sendiri, pasti berbahaya jika sampai ketemu paman Maruta. Samudera Laksa itu murid tersayangnya.” Kata Kuning.
“Kemana ya baginda Kelana, yang tampak hanya beberapa panglima Kemayang dan Nini Rumping.” Aku memandang Kuning, dia hanya mengangkat bahu.
“Oh iya, sejak tadi aku tidak melihat pangeran Biru, engkau tadi sempat melihatnya Kuning ?” tanyaku, tiba-tiba ingat pada pangeran
Puteri Kuning memandangku, berpikir, mengingat-ingat.
“Dari kita datang, tidak kulihat pangeran Biru ya ?” dia seolah ganti bertanya.
“Mungki senapati Mayang mengerti, kita tanya padanya.” Kuning mengangguk.