Mohon tunggu...
Siti Swandari
Siti Swandari Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

terbuka, ingin bersahabat dengan siapapun dan dimana saja,with heartfelt wishes. gemini, universitair, suka baca, nulis , pemerhati masalah sosial dan ingin bumi ini tetap nyaman dan indah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Darah Biru yang Terluka (60)

21 Februari 2015   21:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:45 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Terima kasih Puteri Puspita, saya berhutang nyawa pada Puteri.” Katanya bersungguh-sungguh, kemudian paman tertunduk berusaha menahan rasa nyeri dan sakit yang amat sangat.

Peluh bercampur darah larut lumat dengan ramuan rempah dan daun di sekujur tubuhnya. Teriakan tertahan mendesis dari mulut paman Maruta.

Nyai Gandhes memegang kedua tangan panglima, dihentak dengan sentakan dan paman Maruta langsung lemas, jatuh tertidur, tak sadarkan diri.

“Coba panglima Maruta ditata yang baik dan,…” beliau memanggil Nini dan Aki Sedah, memberikan pengarahan tentang jamu-jamuan untuk di minum paman Maruta jika nanti sudah siuman.

Kemudian Nyai Gandhes mengunjungi ke beberapa ponggawa dan senapati juga para prajurit yang luka-luka di sekitar ruang perawatan itu.

“Engkau senapati yang tadi mengawal panglima Maruta ?” seorang senapati bersembah hormat pada Nyai Gandhes.

Ketika ditanya, dia berceritera bagaimana pasukannya terkepung oleh pasukan Kemayang, tetapi panglima Marita dengan berani selalu maju ke depan.

“Tadi panglima hampir di panah dari depan oleh pasukan Kemayang, tetapi untungnya pasukan Puteri Puspita datang dan kuda mereka di cambuk hingga semua kocar-kacir , tetapi sebelumnya panglima sudah terpanah di punggungnya.”

Dia langsung menyembah ketika melihat aku “Terima kasih Puteri, saya amat  berhutang nyawa pada Puteri .” aku juga membalas sembahnya denga hormat, kulihat badannya juga luka parah.

Aku ingat dia tadi hampir tersambar pedang senapati Kemayang, tapi secepatnya kucambuk pedang musuhnya dan dia kemudian bisa balik menyerang dengan ganas.

Nyai Gandhes, puteri Kuning dan aku, setelah berkeliling, keluar dari ruang perawatan.
Nini dan Aki Sedah serta kakang Narpati dan penyembuh yang lain masih merawat beberapa prajurit yang terluka di ruang perawatan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun