Mohon tunggu...
Siti KumalaTumanggor
Siti KumalaTumanggor Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berharap pada manusia sama dengan patah hati secara sengaja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Retak

10 Oktober 2021   13:08 Diperbarui: 10 Oktober 2021   14:31 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sayang, kamu kok naik taxi? Motor kamu mana? Trus kok pulangnya cepet, nggak biasanya?" tanya sang mama saat melihat Kila turun dari taxi. Kila sudah tak bisa menahan, dengan cepat dia memeluk tubuh mamanya hingga hampir terhuyung ke belakang.

"Kamu kenapa, Sayang? Cerita sama Mama," ucap mamanya sembari membelai lembut rambut putri semata wayangnya itu. Pertanyaan itu semakin membuat isakan Kila menjadi-jadi dan mamanya kian kebingungan.

"Kenapa, sih, Kila? Jangan nangis!" seru mamanya dengan nada tegas. Tidak ada ibu yang suka putrinya menangis tanpa dia tahu apa sebabnya.

"Ma, Pa-Papa-" Ucapan Kila tersendat-sendat karena isakannya yang ak kunjung reda. Mamanya mengurai pelukan dengan kening yang mengerut.

"Papa kenapa, Sayang? Papa, kan lagi di Aus-"

"Nggak, Ma, Papa nggak di Australia! Papa di sini, Ma," ungkap Kila dengan tatapan sendu.

Mama terkekeh kemudian mengacak-ngacak rambut Kila. "Kamu kangen, ya, sama Papa? Makanya sampe segitunya. Kalo Papa di sini pas-"

"Aku memang di sini." Suara itu menghentikan pembicaraan mereka. Keduanya sontak menoleh, terlihat papa Kila dengan seorang wanita berjalan mendekat.

"Papa di sini?" tanya mama Kila tak percaya. Dengan senyum manis dia mulai menghampiri, tetapi senyum itu memudar kala melihat wanita di samping suaminya, saling bergandengan tangan.

"Papa sama siapa?" Mama Kila mencoba setenang mungkin, meski kini hatinya berdesir hebat menahan sakit dan amarah.

"Dia Indah, kekasihku." Dengan bangganya papa Kila memperkenalkan wanita itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun