"Sayang, kamu kok naik taxi? Motor kamu mana? Trus kok pulangnya cepet, nggak biasanya?" tanya sang mama saat melihat Kila turun dari taxi. Kila sudah tak bisa menahan, dengan cepat dia memeluk tubuh mamanya hingga hampir terhuyung ke belakang.
"Kamu kenapa, Sayang? Cerita sama Mama," ucap mamanya sembari membelai lembut rambut putri semata wayangnya itu. Pertanyaan itu semakin membuat isakan Kila menjadi-jadi dan mamanya kian kebingungan.
"Kenapa, sih, Kila? Jangan nangis!" seru mamanya dengan nada tegas. Tidak ada ibu yang suka putrinya menangis tanpa dia tahu apa sebabnya.
"Ma, Pa-Papa-" Ucapan Kila tersendat-sendat karena isakannya yang ak kunjung reda. Mamanya mengurai pelukan dengan kening yang mengerut.
"Papa kenapa, Sayang? Papa, kan lagi di Aus-"
"Nggak, Ma, Papa nggak di Australia! Papa di sini, Ma," ungkap Kila dengan tatapan sendu.
Mama terkekeh kemudian mengacak-ngacak rambut Kila. "Kamu kangen, ya, sama Papa? Makanya sampe segitunya. Kalo Papa di sini pas-"
"Aku memang di sini." Suara itu menghentikan pembicaraan mereka. Keduanya sontak menoleh, terlihat papa Kila dengan seorang wanita berjalan mendekat.
"Papa di sini?" tanya mama Kila tak percaya. Dengan senyum manis dia mulai menghampiri, tetapi senyum itu memudar kala melihat wanita di samping suaminya, saling bergandengan tangan.
"Papa sama siapa?" Mama Kila mencoba setenang mungkin, meski kini hatinya berdesir hebat menahan sakit dan amarah.
"Dia Indah, kekasihku." Dengan bangganya papa Kila memperkenalkan wanita itu.Â