Aku melirik jam di pergelangan tangan yang kacanya berembun. Sudah pukul 1 siang. Cuacanya mendung sejak pagi membuat siang hari terasa sejuk dan teduh. Aku berangkat dari Jakarta pukul 9 pagi. Saat orang-orang memilih lanjut tidur untuk mengisi akhir pekan yang panjang. Aku malah menyasarkan diri ke tempat antah berantah yang hanya pernah ku saksikan dari layar virtual.
Entah apa yang membawaku kesini. Patah hati kah? Kesepian kah? Justru, berada di tempat tinggi seperti ini malah membuatku rindu seseorang yang ku sayang. Kenangan manis bersamanya berputar lagi dalam ingatan. Di saat-saat begini, aku malah menginginkannya di sini. Menghabiskan secangkir kopi berdua---karena asam lambungnya suka kumat. Mungkin makan mi instan pakai cabai yang banyak---dia selalu suka makanan pedas.
Aah, pikiranku jadi melayang kemana-mana.
Tanpa sadar, ibu penjaga warung sudah kembali di tempatnya semula. Di dekat roti dan makanan ringan yang biasa ku temukan di Ibukota. Ia menatapku dengan tatapannya yang teduh sambil bertanya.
"Nak, sudah makan?"
Aku menelan ludah, bingung harus jujur atau berbohong saja. Sejujurnya, perut ini sudah bergejolak menghirup aroma tempe goreng sedari tadi. Namun, lidah ini harus bersandiwara. Aku belum kenal ibu ini sepenuhnya. Tentu tidak etis menumpang makan begitu saja.
"Yuk, temani Ibu makan. Sini, nasinya ambil sendiri saja ya."
Untung yang tak dapat ditolak. Belum sempat menjawab, aku sudah bangkit berdiri lalu menyambar piring yang disodorkannya.
"Gak apa-apa ini, Bu? Saya jadi gak enak loh," ungkapku menunjukkan rasa malu.
"Lah, diajak makan kok gak enak? Gak apa-apa, sambil temenin Ibu makan," tepisnya sambil menaruh 2 buah tempe dan potongan ikan tongkol di atas piringku.
Air liurku hampir menetes kalau saja Bu Lasi tidak bertanya.