Mohon tunggu...
siti khairun nisa
siti khairun nisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

tulisan bagus terlahir dari pengalaman hebat si penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Luka yang Tak Kunjung Sembuh

18 Januari 2025   14:27 Diperbarui: 18 Januari 2025   14:27 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Jangan bicara begitu, Nak. Ini bukan salahmu. Ini adalah musikbah. Kita akan melewati ini bersama." Kata Bu Sinta meyakinkan.

 Malam semakin larut, Anya tidak bisa tidur. Bayangan wajah Nenek Ratih terus menghantui pikirannya. Rasa bersalah mendalam menyelimuti hatinya. Ia terus menyesali kejadian pagi itu. Seandainya ia tidak terburu-buru, seandainya ia lebih berhati-hati, mungkin Nenek Ratih masih hidup hingga saat ini. Penyesalan itu semakin membuatnya terpuruk dalam kesedihan.  

Anya memutuskan untuk berhenti sekolah. Ia merasa tidak mampu lagi menghadapi sindiran dan cemoohan teman-temannya. Rasa sakit yang mendalam ia rasakan ketika melihat orangorang yang pernah menyayanginya kini memandangnya dengan penuh kebencian. Sebagai bentuk pelarian, Anya lebih memilih mengurung diri di kamar. Hari-harinya dihabiskan untuk membaca buku dan menuangkan segala perasaan dan pikirannya ke dalam buku harian. Melalui tulisan, Anya berusaha meredakan segala kegelisahan yang mendera hatinya. 

Satu-satunya orang yang masih peduli pada Anya adalah Bapak Ari, guru les pribadinya sebelum kecelakaan itu terjadi. Beliau sering berkunjung ke rumah Anya untuk memberikan les tambahan, meskipun Anya selalu menolaknya. Bapak Ari juga kerap mengajak Anya berbicara, berusaha membangkitkan semangatnya. Beliau mengatakan bahwa setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan, dan yang terpenting adalah bagaimana kita dapat belajar dari kesalahan tersebut. 

"Anya, kamu tidak boleh terus-terusan menyalahkan dirimu sendiri," kata Pak Ari suatu luka. "Semua orang pernah melakukan kesalahan. Tapi, kesalahan itu bukan akhir dari segalanya. Kamu masih punya masa depan yang panjang di depanmu."

Anya menatap kosong ke arah Pak Ari. Kata-kata Pak Ari seolah tidak memiliki makna baginya. Ia merasa putus asa dan kehilangan harapan. 

"Kamu pintar, Anya. Kamu punya bakat menulis. Jangan biarkan bakatmu terpendam karena kesalahan yang tidak disengaja," lanjut Pak Ari. Ia menyerahkan sebuah buku catatan kecil pada Anya. "Tuliskan semua yang kamu rasakan. Jangan dipendam sendiri. Siapa yang tahu, dengan menulis kamu bisa menemukan jalan keluar." 

Anya menatap buku catatan itu dengan ragu. Untuk pertama kalinya, ia merasa ada sedikit harapan yang muncul dalam dirinya. 

Hari demi hari berlalu, Anya semakin tenggelam dalam dunia tulis-menulis. Ia mencurahkan segala isi hatinya yang bergejolak ke dalam tulisan. Kegundahan, kesedihan, dan penyesalan yang mendalam ia tuangkan ke dalam setiap kata. Dalam tulisannya, ia mengenang sosok Nenek Ratih dengan penuh kasih sayang, meratapi kenangan indah yang telah berlalu, dan menyesali kesalahan yang telah ia perbuat. Mimpi-mimpi yang dulu begitu indah kini terasa bagai pecahan kaca yang sulit disatukan kembali.

Dalam kesunyian kamarnya, Anya mencurahkan isi hatinya seolah sedang berbicara dengan sahabat terdekat. Jiwa yang terluka seakan menemukan pelampiasan. Setiap coretan pena di atas kertas bagaikan terapi yang menenangkan. Melalui tulisan, Anya perlahan mulai menyembuhkan luka batinnya dan menemukan kedamaian diri. 

Suatu ketika, Bu Sinta secara tidak sengaja menemukan buku harian milik Anya. Ia terkejut saat membaca isi buku harian tersebut yang penuh dengan luapan emosi, terutama kesedihan dan penyesalan. Hati Bu Sinta terenyuh melihat penderitaan yang dialami putrinya. Namun, di balik kesedihan itu, Bu Sinta juga merasa bangga karena Anya memiliki bakat menulis yang sangat baik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun