Mohon tunggu...
Siti Juariyah
Siti Juariyah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis online

Saya suka menulis, membaca buku, menonton film, serta menikmati senja dengan di temani secangkir teh hangat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terlambat

2 Februari 2023   15:01 Diperbarui: 2 Februari 2023   16:25 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Unsplash.com

Bel berbunyi dengan nyaring. Arabella berlarian kecil, menghindari genangan air hujan di halaman sekolahnya. Arabella melipat payungnya kemudian berjalan di koridor menuju kelasnya. Rok abu-abunya sedikit basah karena hujan pagi ini cukup deras.

Arabella langsung menuju ke bangkunya yang ada di pojok. Ia duduk sendirian di sana karena Andin, teman sebangkunya yang biasanya cerewet itu sedang demam beberapa hari ini. Arabella merogoh tasnya dan mengambil camilan pedas kesukaannya sebelum ada guru yang datang.

Namun, baru satu suapan ia memakan camilannya, Arabella mendadak kaget saat dari balik jendela yang berembun di sebelahnya, Arabella melihat seorang cowok tengah melambaikan tangan ke arahnya sambil tersenyum. Arabella menghela napas pelan.

Dia lagi. Batin Arabella.

Cowok itu beranjak dari depan jendela dan seperti yang sudah Arabella pikirkan, cowok itu masuk ke kelas dan menghampirinya.

"Ngapain kesini, udah bel noh!" tatap Arabella kesal.

"Kebiasaan kan masih pagi makan yang pedes-pedes. Sini buat aku aja. Kalo aku yang sakit nggak apa-apa, kalo kamu jangan ya,"

"Nando, ish!"

Cowok bernama Nando itu pun tanpa rasa bersalah langsung merebut camilan di tangan Arabella dan menggantinya dengan dua bungkus roti rasa keju dan satu botol yogurt.

"Gue nggak suka makanan kayak gini, enek. Udah ah sini balikin jajan gue!" Arabella langsung berdiri, berusaha merebut kembali camilannya.

Nando dengan cepat menjauhkan tangannya. "No, Bel. Makan makanan yang sehat, nggak capek masuk rumah sakit karna sakit perut?"

"Sok peduli banget sih lo!"

"Ya emang peduli." sahut Nando sambil menjulurkan lidahnya. "Udah ya, aku balik dulu ke kelas. Itu jangan lupa di makan. Jangan bosen peduliin diri sendiri. Kalo bukan diri sendiri yang sayang terus siapa?"

Arabella memutar bola matanya dengan malas. Selalu saja cowok ini banyak bicara layaknya pujangga. "Nggak usah bacot ah, udah sana pergi!"

"Bonus aku sih sebenarnya."

"Bonus apa?"

"Bonus yang sayang sama kamu, hehe." Nando tertawa kecil.

Arabella berdecih pelan. Ngomong apaan sih ni orang, nggak jelas! Lawakannya garing banget!

"Ya udah aku pergi ya, Bel, jangan kangen." ujar Nando sambil kembali tertawa. Arabella memalingkan wajahnya dengan malas. Dengan wajah sumringah seperti biasa, Nando akhirnya keluar dari kelas Arabella.

Arabella memandang roti dan yogurt pemberian Nando dengan kesal. Arabella memang punya penyakit usus buntu sejak dua tahun yang lalu dan itu membuatnya harus membatasi diri dan mengurangi makanan pedas. Sejak sering sakit, Arabella lebih banyak makan bubur, roti, sereal dan makanan sehat lainnya padahal ia sangat tidak suka dengan makanan yang menurutnya enek itu.

Dan Nando, cowok yang memang dari dulu selalu mengejar-ngejarnya itu setiap hari selalu datang mengganggunya dan mengatur-ngatur hidupnya. Sambil membuang napas kasar, Arabella pun langsung melemparkan roti dan yogurt itu ke dalam laci mejanya.

Gue nggak akan makan makanan ini!

* * *

Arabella terbangun saat jam dinding di kamarnya baru menunjukkan pukul lima pagi. Sebenarnya Arabella sudah berencana bangun siang karena ini hari Minggu namun rasa sakit yang tiba-tiba menjalar di dalam perutnya benar-benar membuatnya tersiksa hingga ia tak bisa tidur lagi.

Arabella memegangi perutnya sambil menangis. Ia berteriak memanggil ibunya hingga seorang wanita paruh baya berlari masuk ke dalam kamarnya dengan raut wajah panik.

"Kamu kenapa, Bel?"

"Sakit, bu, perut Bella sakit." Arabella menangis kesakitan sambil meremas perutnya kuat-kuat.

"Ya udah kita ke rumah sakit sekarang ya, Bel. Ibu panggil ayah dulu."

Arabella tidak menjawab apapun karena sudah tidak tahan dengan rasa sakit yang di rasakannya. Ibu Arabella langsung bergegas turun untuk memanggil ayah Arabella.

* * *

Sekitar kurang lebih empat jam Arabella tertidur setelah di beri obat pereda rasa sakit oleh dokter, Arabella akhirnya membuka matanya perlahan.

"Bagaimana? Masih sakit, Bella?" tanya seorang dokter yang berdiri di sampingnya.

"Sudah mendingan, dok." jawab Arabella dengan lesu.

Dokter itu pun mengangguk lalu berjalan mendekati kedua orang tua Arabella yang berdiri tak jauh dari tempat Arabella berbaring.

"Keadaan Bella sudah membaik kok, pak, bu. Dia tidak perlu rawat inap dan sudah bisa di bawa pulang hari ini. Setelah ini akan saya tuliskan resep obatnya ya, untuk beberapa hari ini jangan perbolehkan Arabella makan makanan yang kasar-kasar dulu ya,"

Kedua orang tua Arabella menghela napas lega sambil mengangguk pelan. Setelah itu, dokter pun keluar dari ruangan tersebut.

Arabella merasa senang akhirnya ia bisa pulang hari ini. Arabella sangat lega setidaknya ia tidak merasakan tidur di rumah sakit lagi. Arabella berjalan di koridor dengan di rangkul oleh ibunya, sementara ayahnya tengah menebus obat.

"Udah kapok belum begadang sambil makan makanan pedas mulu?" sindir Ibu.

Arabella tertunduk, merasa bersalah.

"Setelah ini jaga baik-baik pola makan kamu. Kalau kamu masih bandel, ibu sama ayah nggak akan peduli kalo sampai kamu sakit lagi."

"Iya, bu, maafin Bella."

"Yaudah, kamu tungguin sini ya, ibu mau ke toilet sebentar."

Arabella mengangguk dan ia pun mendudukkan dirinya di kursi panjang yang ada di koridor rumah sakit tersebut. Arabella duduk sendirian sambil memainkan kuku jari tangannya karena ia bingung harus melakukan apa. Sekitar kurang lebih lima menit terdiam sambil melihat orang-orang yang berlalu lalang, Arabella sontak berdiri saat ada segerombol orang dengan beberapa dokter yang tengah membawa seorang pasien di ranjang brankar dengan raut wajah panik.

Arabella terus memperhatikan kepanikan itu hingga tanpa sengaja ia melihat pasien yang tengah lewat di hadapannya itu. Arabella tercengang untuk beberapa saat sampai akhirnya ia membungkam mulutnya saat menyadari sesuatu.

Nando?

Entah itu benar Nando atau bukan karena hidung dan telinganya bersimbah darah, Arabella pun tanpa sadar langsung mengikuti orang-orang itu.

Pasien langsung di masukkan ke dalam ruang ICU dan saat itu Arabella benar-benar yakin bahwa pasien itu adalah Nando. Arabella segera berlari mendekat ke arah jendela kecil yang ada di ruangan tersebut. Arabella mengintip ke dalam.

Beberapa dokter yang menangani Nando terlihat panik. Darah dari hidung dan telinganya terus bercucuran. Arabella pun mendekati seorang anak laki-laki berusia sekitar dua belas tahun yang ikut di gerombolan orang-orang tadi.

"Kamu tahu pasien yang di dalam itu siapa, dek?"

"Itu kakakku, kak. Namanya kak Nando." jawabnya sambil menangis.

"Dia kenapa? Kecelakaan?"

"Kak Nando sakit kak, sudah dari dulu sering mimisan sama keluar darah juga dari telinganya."

Arabella sontak terdiam. Sakit? Jadi selama ini Nando sakit?

Kebiasaan kan masih pagi makan yang pedes-pedes. Sini buat aku aja. Kalo aku yang sakit nggak apa-apa, kalo kamu jangan ya.

Arabella seketika berkaca-kaca saat mengingat ucapan Nando beberapa hari yang lalu. Arabella menjauh dari orang-orang itu dan menyandarkan dirinya di tembok.

"Kenapa lo selalu ingetin gue buat jaga kesehatan kalau lo sendiri juga sakit, Nan?" gumamnya pelan. Satu bulir air mata perlahan jatuh di pipi Arabella. "Kalo lo sembuh nanti, gue bakalan baik sama lo, Nan."

Arabella langsung menyeka air matanya dan berniat kembali ke tempat duduknya tadi karena takut ayah dan ibunya akan mencarinya. Namun baru saja akan beranjak pergi, Arabella sontak menoleh saat salah seorang dokter yang menangani Nando tadi keluar dari ruangan.

Raut wajah dokter itu terlihat sedih. Sementara orang-orang yang berada di luar ruangan itu menanyakan bagaimana kondisi Nando di dalam. Dokter itu menghela napas pelan.

"Mohon keikhlasannya, ya, Nando sudah berpulang."

Tangis orang-orang itu langsung pecah. Sementara Arabella merasakan tenggorokannya seperti tercekat, seluruh tubuhnya terasa lemas. Kakinya seperti gemetar dan Arabella kembali menyandarkan tubuhnya di tembok. Tidak bisa menolak kenyataan lagi, Arabella pun mulai terisak.

Arabella tertunduk. Hati kecilnya merasakan kehilangan. Kehilangan Nando yang selama ini selalu memperhatikan keadaannya.

Kenapa lo pergi di saat gue sudah punya niatan baik sama lo, Nan?

* * *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun